Di saat banyak orang bernafsu mengubah orang lain agar sama dengan dirinya dan agamanya, masyarakat Jawa justru berpedoman pada konsep "KULO" : aKU sing oLO, atau saya yang lebih buruk dibanding orang lain. Spriritualitas Jawa mengajarkan untuk mengubah diri sendiri dulu sebelum membuat orang lain berubah. Membuat orang lain berubah pun berbeda caranya, tidak dengan membujuk untuk mengikuti agama atau ajarannya dengan "mengiming-imingi surga dan menakut-nakuti neraka",
Spiritualitas Jawa tidak memaksa seseorang untuk mengikuti
jalan hidup seseorang (termasuk otomatis lahir mengikuti agama orang tuanya),
melainkan memberikan contoh kepada orang lain dengan perilaku baik..Sekali lagi
karena Tuhan dalam spiritualitas Jawa sangat personal, aku dan Gusti, yakni
manunggaling Kawula Gusti. Masing-masing manusia memiliki hubungan pribadi
masing-masing dengan Tuhan. Sehingga tidak ada nabi atau wali dalam tradisi
spiritualitas Jawa, karena "pertemuan" manusia dengan Tuhan tidak melalui perantara
manusia lain, namun bisa ditempuh semua manusia dengan cara lelaku. Lelaku
adalah sesuatu yang dilakukan dengan tujuan mengasah batin dari segala macam
emosi yang menghalangi "pertemuan" setiap manusia dengan Tuhannya.