Hari ini saya berkunjung ke Vihara Mendut di Magelang Jawa Tengah. Bermeditasi di salah satu ruangan, dan benar benar merasakan damai, seolah saya masuk ke sebuah tempat yang terisolasi dari dunia luar. Satu hal yang saya renungkan selama perjalanan dari Yogyakarta menuju candi Borobudur dan kemudian ke Vihara Mendut adalah pikiran. Betapa banyak manusia yang tidak sadar dikendalikan oleh pikiran. Bahkan dalam bulan suci Ramadhan ini, terlalu banyak manusia yang berpuasa fisik, namun tidak berpuasa pikiran. Terlalu banyak manusia menderita karena ketidaktahuan akan pikiran.
Sepanjang jalan saya terus mengamati pikiran dan terus berada di keheningan pikiran selama saya mampu. Dan di Vihara Mendut adalah puncaknya. Di depan arca Buddha tidur dan ruangan harum aroma dupa, serta penuh damai, saya bermeditasi dengan mengheningkan pikiran saya yang ternyata begitu ruwet dengan segala macam permasalahan duniawi. Saya beberapa kali menulis tentang pikiran manusia, namun saya sadar jika tidak semua orang mengenali pikirannya sendiri. Pikiran seperti gula dalam secangkir kopi yang larut tak berbentuk, namun rasanya tetap ada. Bagi orang yang tidak mengenali gula, ia akan berkata jika kopi yang diminumnya manis. Namun kopi sebenarnya pahit, dan gula lah yang manis. Bagi mereka yang tidak bisa memisahkan gula dan kopi, maka ia tidak akan pernah mengenali bentuk gula. Demikian pula pikiran. Bagi sebagian orang, pikiran seolah larut dan menyatu dengan dirinya. Akibatnya pikiran yang sangat otomatis dan bergerak cepat tidak bisa dikenali. Itulah mengapa, bagi meditator awal, guru saya mengajarkan untuk mengenali kesadaran dulu. Tanpa mengenali kesadaran, anda tidak akan bisa mengenali pikiran, karena pikiran begitu halus dan seolah menyatu dengan "diri kita". Namun bagi sahabat sahabat yang telah berpengalaman dalam bermeditasi, saya yakin mengenali pikiran bukanlah hal sulit, karena memang mengenali pikiran adalah hal yang sangat mudah.Guru Agung Buddha pernah berkata, hidup dengan pikiran yang jernih dan hening, akan membuat seseorang bahagia karena semua tindakannya dilandasi oleh pikiran yang hening. Filsuf Jiddu Krishnamurti pernah berkata, mengheningkan pikiran tidak bisa dllatih. Mengheningkan pikiran juga tidak bisa di analisa. Mengheningkan pikiran juga tidak bisa dijadikan tujuan. Mengapa? Karena saat mengheningkan pikiran dilatih, dianalisa, dan menjadi tujuan meditasi anda, maka anda tanpa sadar telah menggunakan pikiran anda untuk melandasi niat mengheningkan pikiran. Artinya apa? Mengheningkan pikiran tidak perlu dilatih, diusahakan, atau di analisa bahkan dijadikan tujuan. Saat ini juga anda bisa mengheningkan pikiran dan tercerahkan. Namun bagaimana akan mengheningkan pikiran jika pikiran anda saja tidak anda kenali?
Saya baru paham mengapa para guru-guru besar di jaman dahulu, semakin tinggi ilmunya semakin diam. Tadinya saya mengira semakin banyak tahu maka semakin takut salah akibat sadar semakin banyak ilmu yang tidak diketahui. Namun setelah saya praktekkan di sepanjang jalan tadi, saya jadi paham, ternyata semakin pikiran anda hening, semakin tidak ada kata yang ingin anda ucapkan. Artinya hening "di dalam" otomatis hening "di luar". Mengapa? Sederhana saja.. Ucapan adalah jembatan dari sebuah pikiran seseorang agar dipahami orang lain. Semakin pikiran anda hening, semakin tidak ada yang ingin anda ucapkan. Apa yang mau diucapkan jika tidak ada lagi kehendak, usaha, dan analisa?
Ketika anda belum bisa mengenali pikiran, anda tentu akan diperbudak pikiran. Sederhana saja, apapun yang tertangkap oleh panca indera, secara alami akan masuk ke otak untuk diolah menjadi citra materi. Selain diolah menjadi citra materi, apa yang ditangkap panca indera juga akan masuk ke sistem analisa otak anda. Mengapa? karena otak harus bertugas untuk menganalisa segala macam kemungkinan bahaya yang akan menimpa anda serta apa langkah yang harus anda lakukan? Hasil hasil analisa tersebut kemudian diberi nama "prasangka".
Maka berlatihlah meditasi untuk mengenali kesadaran terlabih dahulu. Saat anda sudah mengenali kesadaran, anda akan tahu yang mana pikiran, yang mana kesadaran, yang mana emosi, yang mana ego. Jika anda sudah mengenali pikiran, maka walau tidak mudah, anda akan bisa mengendalikan pikiran, bahkan mengosongkan pikiran. Dalam tradisi Jawa, "Patining urip" atau mati dalam kehidupan adalah heningnya pikiran yang berakibat matinya kemelekatan. Anda tidak perlu mati dulu untuk mengheningkan pikiran, seperti yang dikatakan banyak orang. Untuk mengheningkan pikiran anda harus mati terlebih dahulu. Pertanyaan saya, apakah heningnya pikiran sama dengan matinya pikiran?Tidak..pikiran tetap ada..namun tidak lagi mendominasi. Ia hanya duduk manis di sudut kehidupan anda tanpa bisa mengatur hidup anda.
Dan di Vihara Mendut, saya diberitahu, pikiran hening tidak harus di tempat-tempat yang sunyi dan nyaman. Pikiran hening harus terus menerus ada selama anda hidup dan dimanapun anda berada.