Ada satu kunci membuka pemahaman akan ajaran suci leluhur dan syair-syair kitab suci : Lingga Yoni. Lingga bermakna laki-laki, dan Yoni bermakna perempuan. Dalam tradisi Nusantara lingga disebut bapa angkasa dan Yoni disebut ibu bumi. Dalam makna diri, laki-laki atau bapa angkasa bukan bermakna langit di atas kita, melainkan lapisan energi suci atau saya menyebutnya kesadaran sebagai "percikan" Tuhan yang bersemayam "di dalam" tubuh. Tubuh kemudian disebut sebagai ibu bumi atau fisik atau disebut sebagai ranah diri/identitas.

Dalam kitab suci Al Quran misalnya, ketika ditemui istilah laki-laki, atau langit, maka hal itu merujuk pada tataran kesadaran keilaihan, dan jika ditemui istilah wanita atau bumi, maka hal itu merujuk pada fisik. Sebenarnya ini berlaku pada kitab suci lain. Kebijaksanaan kuno selalu mengumpamakan energi maskulin dan feminin untuk merujuk pada tubuh halus (kesadaran energetik) dan tubuh kasar (fisik). Penyatuan keduanya disimbolisasi dalam Lingga Yoni (dalam Istilah Nusantara). Dalam keseharian, perkawinan adalah simbol penyatuan atau manunggaling Kawulo Gusti. Penyatuan antara energi maskulin dan energi feminin.. Ketika terjadi penyatuan atau persetubuhan (dalam istilah fisik), maka kehidupan pun tercipta. Sama dengan saat energi maskulin dan energi feminin, alias kesadaran energetik atau saya menyebutnya sebagai kesadaran ilahiah dan wadah fisik menyatu, maka itulah kehidupan.

Dalam tradisi Islam, laki laki disebut sebagai khalifah. Istilah ini merujuk pada makna, bahwa ketika kesadaran ilahiah menjadi pemimpin, maka anda akan mengalami kehidupan yang damai dan bahagia. Dalam tataran lebih tinggi, anda akan menyatu atau melebur dengan Gusti, Tuhan. alam, atau apalah anda menyebut-Nya. Artinya, menjadi salah kaprah jika memahami bahwa laki laki sebagai gender-lah yang menjadi pemimpin. Maka kemudian banyak muncul simbol simbol maskulin dan feminin dalam berbagari ritual, ibadah, atau laku. Dari mulai kepercayaan asli Nusantara, India, Abrahamik, dan lain lain menyimbolkan penyatuan antara energi maskulin dan feminin ini. Seperti di India, Sungai merupakan simbol dari Dewi, dan lautan adalah simbol dari Dewa. Dalam berbagai kepercayaan, simbol maskulin feminin ini terejawantah dalam kisah Dewa Dewi juga berpasang-pasangan, hingga ritual haji (haji ke dalam diri maupun haji secara fisik). Artinya semua adalah nada yang sama namun berbeda aransemen. Semua sama sama merujuk pada pesan suci tentang alam semesta, kehidupan, dan keberadaan manusia. Ketika "perkawinan" itu terjadi, maka energi yang ditimbulkan akan sangat luar biasa besar.
Ketika anda mengadaptasi hal ini saat membaca naskah naskah kuno maupun kitab suci, anda akan mendapat pengetahuan yang sangat jelas dan tersembunyi dibalik simbol-simbol suci. Anda juga akan tahu bahwa semua adalah tanda dan petunjuk yang ditinggalkan nenek moyang manusia kepada generasi manusia sekarang.

Saya jadi ingat lagu kebangsaan Indonesia Raya yang berbunyi bangunlah jiwanya bangunlah badannya adalah lingga yoni. Bangun jiwanya dahulu baru badannya mengikuti, Demikian pula dengan bendera merah putih dimana merah adalah simbol ibu bumi dan putih adalah simbol bapa angkasa yang menyatu menjadi sebuah panji negara tempat kebijaksanaan hebat ini diajarkan. Sayapun jadi ingat dengan banyaknya petunjuk di candi candi dari mulai Sukuh, Cetho, Borobudur, tugu golong gilig (tugu Jogja), hingga tugu Monas yang semua memunculkan simbol Lingga Yoni. Betapa jelasnya tanda-tanda itu jika manusia Indonesia sebagai pewarisnya mau mempelajari ajarah leluhur tanpa terdoktrin ajaran ajaran yang tidak benar.

Seperti biasa, jangan percaya dengan artikel tulisan saya yang sok tahu ini. Ini hanya cerita apa yang saya temukan dalam perjalanan saya. Mungkin anda menemukan filosofi yang lebih dahsyat, maka beruntunglah anda dengan pengetahuan suci itu. Jadi seperti biasa, saya menyarankan, untuk mencapai kebenaran, jangan percaya dengan orang lain. Percayalah pada apa yang anda dapatkan dalam perjalanan pencarian anda sendiri.
Semoga tulisan ini bisa berguna untuk menyingkap tabir rahasia ajaran suci dalam perjalanan anda.


Salam..Rahayu...



Wahyu Juniawan Maret 06, 2024
Read more ...
Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan terutama di kalangan masyarakat Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan. Maknanya sangat bagus : mengingat leluhur yang telah meninggal. Apa gunanya? Bukan untuk mengingat mati dan pasca kematian yakni surga atau neraka, melainkan justru mengingatkan pada KEHIDUPAN. Mengingat apa saja karma karma yang telah dikerjakan leluhur kita.

Mengapa? Karena apa yang disebut karma leluhur adalah karma yang diturunkan melalui DNA tubuh kita. Isinya tidak hanya cetak biru desain tubuh kita yang sesuai dengan bentuk tubuh leluhur, melainkan juga rekaman rekaman sifat, emosi, dan pengalaman pengalaman yang tersimpan dalam memori para leluhur dan diturunkan kita melalui DNA. Inilah yang membentuk tubuh dan sifat badan hidup kita dalam menjalani kehidupan. 

Gunanya apa? 

Tentu istilah "memutus karma leluhur" adalah memutus dengan cara memperbaiki memori-memori warisan, dengan membuat karma sebaliknya, atau bahkan menetralkannya dan tidak membuat karma baru. Tentunya hal itu tidak semudah membalik telapak tangan mengingat DNA adalah memori program bawah sadar kita. Untuk memperbaiki atau membalik memori warisan diperlukan kesadaran, pemahaman atas realitas karma dan kehidupan, konsistensi serta repetisi. Harus terus diulang ulang agar menancap di alam bawah sadar kita. Namun kini kebanyakan orang yang melakukan Nyadran, hanya meminta maaf secara lisan kepada orang tua yang sudah meninggal agar puasa yang akan dijalaninya lancar. Hal ini menunjukkan telah bergesernya makna dari tradisi Nyadran. Tidak ada korelasi sama sekali antara meminta maaf dan puasa. Namun yang dimaksudkan meminta maaf adalah memutus karma leluhur, yakni menetralkan memori memori yang dianggap negatif dan kemudian membalikkan menjadi positif, atau bahkan menetralkan. Puasa Ramadhan diharapkan dapat menjadi momentum untuk berlatih memutus karma. Itulah esensi meminta maaf yang sebenarnya, yakni mengingat dan mengenal leluhur kita sehingga dengan mengenal leluhur kita, kita pun sama saja mengenal siapa diri kita. 

Tradisi mengingat leluhur tersebar di banyak tradisi budaya bangsa bangsa. Dari mulai penamaan dengan menambah marga atau orang tua, memumikan jasad leluhur, hingga masyarakat Jawa dengan tradisi Nyadran.



Wahyu Juniawan Maret 03, 2024
Read more ...
Kata "terima kasih" memiliki makna yang mendalam. Terima kasih memiliki filosofi jika semua yang kita berikan bukan materi. Materi hanyalah simbol semata. Namun sayang, saat ini mayoritas manusia , terutama di Indonesia, tidak paham makna sebenarnya terima kasih. Rata rata menyepelekan terima kasih, seolah oleh terima kasih hanya formalitas, sopan santun, atau sebatas penghargaan. Bahkan ada pula yang tidak pernah mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu.

Contohnya ketika seseorang memberikan uang, maka orang yang diberi hanya berterima kasih atas uangnya. Sebaliknya orang yang memberipun demikian. Ia merasa telah memberikan uang. Bahkan ada yang memberi uang dengan harapan bertransaksi untuk mendapatkan timbal balik seperti surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak. Tidak banyak lagi yang sadar jika uang adalah simbol. Uang adalah kesepakatan manusia sebagai alat tukar. Namun ketika anda memahami hakekat alam semesta, uang hanyalah kertas bergambar angka. Ia hanya mewakili nilai dari sebuah materi. Dan nilai adalah kesepakatan manusia. Alam tidak mengenal nilai dari uang. Seharusnya, ketika seseorang memberikan uang dengan nilai tertentu, sebenarnya ia sedang memberikan cinta kepada orang yang diberi. Nilai itu bisa jadi dibelikan makan oleh orang yang diberi, atau bahkan ditabung untuk biaya sekolah. Artinya seseorang yang memberikan uang sebenarnya sedang berbagi cinta kasih. Ia membantu agar si penerima uang bisa membeli makan, atau mungkin menabung untuk seklolah anaknya. Jadi pada hakekatnya ia tidak memberikan uang, melainkan cinta kasih lah yang diberi.

Maka ketika ada seseorang memberikan uang, dengan berharap timbal balik baik surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak, orang tersebut tidak sedang memberikan cinta, melainkan sedang memberikan egonya. Ia memberi demi dirinya sendiri. Inilah yang dinamakan tidak ikhlas. Ikhlas berarti dalam memberi tidak ada transaksi apapun dengan Tuhan atau alam semesta. Tidak ada harapan apapun agar apa yang ia berikan kembali. Ketika seseorang memberi uang atau benda lain tanpa berharap kembali, maka ia sedang di frekuensi kelimpahan alam semesta. Mengapa? Karena memberi tanpa bertransaksi adalah sifat Tuhan atau sifat alam semesta. Seperti juga matahari yang memberi sinar, pohon yang memberi buah buahan dan sayuran, hewan hewan yang bergerak demi keseimbangan alam, air yang mengobati rasa haus, udara yang kita hirup dan buang, serta api yang membuat tubuh hangat dan bisa memasak apapun. Semua adalah sifat alam yang tidak pernah bertransaksi dengan manusia. Maka ketika manusia telah sampai pada kesadaran, jika apa yang diberikannya hanyalah simbol dari cinta kasihnya, dan tanpa ada transaksi apapun, saat itulah ia telah berada di frekuensi keberlimpahan alam semesta. Artinya, daya cipta pun bisa aktif di frekuensi tersebut, seperti yang diajarkan oleh para leluhur manusia.

Jadi, semua materi adalah energi. Memberi hanyalah memindahkan energi saja. Memberi sesuatu sama saja sedang memberikan cinta kasih. Apa yang kita beri hanyalah tanda atau simbol semata, yang mana adalah buatan atau kesepakatan manusia. Dibalik itu, apa yang kita beri hanyalah simbol dari rasa cinta kasih yang kita berikan kepada orang lain. Inilah makna dari "terima kasih", atau menerima kasih seseorang. Menerima cinta kasih dari seseorang... 



Wahyu Juniawan Maret 01, 2024
Read more ...