Aku dan Tuhan adalah cermin, satu kesatuan tak terpisah. Tuhan adalah realitasnya, dan kamu adalah bayangan-Nya. Tuhan ibarat satu objek realitas yang tercermin di banyak cermin. Laiknya cermin, keduanya, objek realitas dan bayangan, netral tanpa emosi dan pikiran. Yang membuat manusia sebagai bayangan, menjadi menderita adalah ia tidak menjadi bayangan realitas yang ada di depannya, padahal ia hanya bertugas memantulkannya. Rata-rata manusia justru memantulkan objek realitas yang lain sehingga gerak hidupnya tidak mencerminkan realitas yang harusnya ia pantulkan. 

Karena saling memantulkan Tuhan dan manusia sebenarnya adalah satu kesatuan. Jika bingung, lihat saja cermin. Jika kamu mengangkat tangan, maka citra yang dipantulkan di cermin juga akan mengangkat tangan. Itulah pentingnya hidup harus selaras dengan arus kehidupan. Karena arus kehidupan itu sendiri adalah Tuhan sebagai realitas. Namun bedanya dengan cermin, citra yang terpantul dalam cermin bisa juga menentukan apa yang ingin dilakukan. Ketika itu terjadi, maka Tuhan akan mengubah Diri-Nya menjadi cermin dari manusia. 

Syaratnya sudah dijelaskan di atas, yakni netral tanpa emosi dan pikiran yang selalu melogika. Ketika kamu tidak lagi memiliki emosi dan pikiran yang melogika, maka bahasamu akan sama dengan bahasa Tuhan. Apapun yang kamu mau, itu juga kemauan Tuhan, dan sebaliknya. Pasti hidupmu tidak akan lagi menemui kesulitan, karena kesulitan sendiri adalah hasil analisa pikiran. Ketika yang kamu maui adalah kebaikan, maka tak lama kebaikan akan tersedia di kehidupanmu. Kamu tidak perlu tahu caranya. Sama ketika yang kamu maui adalah keburukan, maka tak lama keburukan akan menjumpaimu. Keburukan di sini adalah persepsi yang mewakili segala hal yang membuatmu tidak nyaman dan harus mengeluarkan energi lebih untuk melaluinya. 


Ikuti saluran Whatsapp gratis kami di :

https://shorturl.at/dEvwR 













Wahyu Juniawan September 22, 2024
Read more ...

Percayakah kamu jika tidak semua yang dianggap negatif itu buruk? 

Ketika orang mencibirmu karena terkena PHK walau itu kamu minta jauh jauh hari, orang lain tidak tahu jika kamu sedang asyik menyibukkan diri dengan kesenanganmu yang tertunda selama 23 tahun karena kamu bekerja dalam rutinitas. 

Dengan kesadaran penuh, saya sependapat dengan Ajahn Brahm, jika gaji adalah sogokan agar kamu mau melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak kamu sukai. Gaji adalah takaran orang lain yang menghakimi keringat dan kemampuanmu dalam bentuk nominal. Banyak orang yang bekerja agar mendapatkan gaji di akhir bulan, atau uang pensiun ketika sudah usai masa produktif. Buat apa? Buat menambal ketakutan atau kekhawatiran akan masa depan yang dianggap tidak pasti. Padahal hukum alam yang dibuat Tuhan selalu pasti. Ada hukum sebab akibat yang memastikan apa yang kamu tanam pasti kamu panen. Artinya selama formulanya diikuti, maka tanam, rawat dengan tekun, tanpa terikat pada hasil,  sudah dipastikan panen kamu akan melimpah. Tinggal kamu percaya atau tidak? 

Banyak yang mengaku percaya dengan Tuhan, tapi pada giliran masa depan, tidak mempercayai hukum-hukum Nya. Bagi kebanyakan orang, masa depan harus diperjuangkan supaya tidak kelaparan di kemudian hari. Benar, semua harus diperjuangkan, termasuk bekerja adalah bentuk usaha. Namun yang banyak dilakukan orang orang adalah menggadaikan kebahagian dan kebebasan hidupnya untuk bekerja dengan harapan mendapat imbalan gaji atau pensiun. Mereka lalu terjebak pada aturan aturan yang ditandatangani dalam kontrak yang mengharuskan mereka harus menaati ini itu,  aturan perusahaan yang dibuat untuk kebaikan perusahaan, bukan pribadi. Lalu apakah bekerja untuk mendapatkan gaji salah? Tidak. Yang salah adalah menggadaikan hidup, waktu, kesenangan, kebahagiaan, dan kedamaian atas nama profesionalitas. Semua orang punya keinginan memiliki uang banyak. Namun semakin tinggi keinginan yang kamu kejar, pengorbananmu juga semakin besar. Begitulah hukum keseimbangan alam. 

Ada orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana, namun damai dan bahagia. Sederhana di sini dalam artian menerima apapun yang diberikan kehidupan. Keinginan tetap ada, namun tidak lagi dikejar. Usaha yang terbaik, namun tidak mengharuskan hasilnya. Banyak-banyak menyadari bahwa apa yang ada sudah cukup. Jika diberi bersyukur, jika tidak pun tidak perlu dikejar. Bukan menyerah dan pasrah ya... beda. Menerima itu seperti berperahu mengikuti arus mengalir. Sesekali mendayung hanya agar perahu kita tidak menabrak batu karang. Tidak perlu melawan arus, karena lama-lama akan melelahkan. 

Menanam bagi saya memberikan kesenangan, sekaligus belajar bagaimana proses alami berlangsung. Tidak ada yang memaksa buah tomat untuk tumbuh. Ketika semua komponennya terpenuhi, maka hukum alam sifatnya pasti. Semua akan baik-baik saja sesuai aturan. Aturan yang tidak dipaksakan untuk ditandatangani.

Percayalah, semua akan baik-baik saja..



Wahyu Juniawan September 01, 2024
Read more ...