Results for Jurnal

Aku dan Tuhan adalah cermin, satu kesatuan tak terpisah. Tuhan adalah realitasnya, dan kamu adalah bayangan-Nya. Tuhan ibarat satu objek realitas yang tercermin di banyak cermin. Laiknya cermin, keduanya, objek realitas dan bayangan, netral tanpa emosi dan pikiran. Yang membuat manusia sebagai bayangan, menjadi menderita adalah ia tidak menjadi bayangan realitas yang ada di depannya, padahal ia hanya bertugas memantulkannya. Rata-rata manusia justru memantulkan objek realitas yang lain sehingga gerak hidupnya tidak mencerminkan realitas yang harusnya ia pantulkan. 

Karena saling memantulkan Tuhan dan manusia sebenarnya adalah satu kesatuan. Jika bingung, lihat saja cermin. Jika kamu mengangkat tangan, maka citra yang dipantulkan di cermin juga akan mengangkat tangan. Itulah pentingnya hidup harus selaras dengan arus kehidupan. Karena arus kehidupan itu sendiri adalah Tuhan sebagai realitas. Namun bedanya dengan cermin, citra yang terpantul dalam cermin bisa juga menentukan apa yang ingin dilakukan. Ketika itu terjadi, maka Tuhan akan mengubah Diri-Nya menjadi cermin dari manusia. 

Syaratnya sudah dijelaskan di atas, yakni netral tanpa emosi dan pikiran yang selalu melogika. Ketika kamu tidak lagi memiliki emosi dan pikiran yang melogika, maka bahasamu akan sama dengan bahasa Tuhan. Apapun yang kamu mau, itu juga kemauan Tuhan, dan sebaliknya. Pasti hidupmu tidak akan lagi menemui kesulitan, karena kesulitan sendiri adalah hasil analisa pikiran. Ketika yang kamu maui adalah kebaikan, maka tak lama kebaikan akan tersedia di kehidupanmu. Kamu tidak perlu tahu caranya. Sama ketika yang kamu maui adalah keburukan, maka tak lama keburukan akan menjumpaimu. Keburukan di sini adalah persepsi yang mewakili segala hal yang membuatmu tidak nyaman dan harus mengeluarkan energi lebih untuk melaluinya. 


Ikuti saluran Whatsapp gratis kami di :

https://shorturl.at/dEvwR 













Wahyu Juniawan September 22, 2024
Read more ...

Percayakah kamu jika tidak semua yang dianggap negatif itu buruk? 

Ketika orang mencibirmu karena terkena PHK walau itu kamu minta jauh jauh hari, orang lain tidak tahu jika kamu sedang asyik menyibukkan diri dengan kesenanganmu yang tertunda selama 23 tahun karena kamu bekerja dalam rutinitas. 

Dengan kesadaran penuh, saya sependapat dengan Ajahn Brahm, jika gaji adalah sogokan agar kamu mau melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak kamu sukai. Gaji adalah takaran orang lain yang menghakimi keringat dan kemampuanmu dalam bentuk nominal. Banyak orang yang bekerja agar mendapatkan gaji di akhir bulan, atau uang pensiun ketika sudah usai masa produktif. Buat apa? Buat menambal ketakutan atau kekhawatiran akan masa depan yang dianggap tidak pasti. Padahal hukum alam yang dibuat Tuhan selalu pasti. Ada hukum sebab akibat yang memastikan apa yang kamu tanam pasti kamu panen. Artinya selama formulanya diikuti, maka tanam, rawat dengan tekun, tanpa terikat pada hasil,  sudah dipastikan panen kamu akan melimpah. Tinggal kamu percaya atau tidak? 

Banyak yang mengaku percaya dengan Tuhan, tapi pada giliran masa depan, tidak mempercayai hukum-hukum Nya. Bagi kebanyakan orang, masa depan harus diperjuangkan supaya tidak kelaparan di kemudian hari. Benar, semua harus diperjuangkan, termasuk bekerja adalah bentuk usaha. Namun yang banyak dilakukan orang orang adalah menggadaikan kebahagian dan kebebasan hidupnya untuk bekerja dengan harapan mendapat imbalan gaji atau pensiun. Mereka lalu terjebak pada aturan aturan yang ditandatangani dalam kontrak yang mengharuskan mereka harus menaati ini itu,  aturan perusahaan yang dibuat untuk kebaikan perusahaan, bukan pribadi. Lalu apakah bekerja untuk mendapatkan gaji salah? Tidak. Yang salah adalah menggadaikan hidup, waktu, kesenangan, kebahagiaan, dan kedamaian atas nama profesionalitas. Semua orang punya keinginan memiliki uang banyak. Namun semakin tinggi keinginan yang kamu kejar, pengorbananmu juga semakin besar. Begitulah hukum keseimbangan alam. 

Ada orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana, namun damai dan bahagia. Sederhana di sini dalam artian menerima apapun yang diberikan kehidupan. Keinginan tetap ada, namun tidak lagi dikejar. Usaha yang terbaik, namun tidak mengharuskan hasilnya. Banyak-banyak menyadari bahwa apa yang ada sudah cukup. Jika diberi bersyukur, jika tidak pun tidak perlu dikejar. Bukan menyerah dan pasrah ya... beda. Menerima itu seperti berperahu mengikuti arus mengalir. Sesekali mendayung hanya agar perahu kita tidak menabrak batu karang. Tidak perlu melawan arus, karena lama-lama akan melelahkan. 

Menanam bagi saya memberikan kesenangan, sekaligus belajar bagaimana proses alami berlangsung. Tidak ada yang memaksa buah tomat untuk tumbuh. Ketika semua komponennya terpenuhi, maka hukum alam sifatnya pasti. Semua akan baik-baik saja sesuai aturan. Aturan yang tidak dipaksakan untuk ditandatangani.

Percayalah, semua akan baik-baik saja..



Wahyu Juniawan September 01, 2024
Read more ...

Setiap orang pasti pernah memutuskan atau memilih sesuatu. Namun setelah memutuskan satu dari dua atau lebih pilihan, sayangnya banyak yang menyesali keputusannya dan menganggap keputusannya adalah salah. 

Tidak ada keputusan yang salah atau benar. Memutuskan sesuatu hanya perkara memilih jalan hidup mana yang mau kita jalani. Dua duanya netral. Sama ketika anda memilih mau membeli sepatu warna merah atau warna biru.

Mereka yang memutuskan memilih tentunya harus menjalani pilihannya. Pilihan jalan hidup berbeda beda. Orang lebih sering memilih karena melihat hasil akhir yang ia impikan, namun tidak menyadari jika tidak ada jalan yang terlalu mulus. Ada yang awalnya terjal, lalu mulus. Ada yang mulus dahulu baru terjal. Dan tidak ada yang tahun jalan di depan kita terjal atau mulus selain kita menjalaninya selangkah demi selangkah. 

Mereka yang menganggap keputusannya benar, pastilah sedang menjumpai jalanan mulus. Dan mereka yang menganggap keputusannya salah, pastilah sedang menjumpai ketidaknyamanan karena melewati jalan terjal, berlubang-lubang dan mendaki. Artinya apa yang kita putuskan kita anggap salah atau benar hanya akibat dari rasa nyaman atau tidak nyaman yang kita rasakan atas jalan yang sedang kita lalui. Jadi tidak ada keputusan benar atau salah. Mereka yang takut mengambil keputusan adalah mereka yang takut dan tidak mau melalui jalan yang terjal mendaki. Mereka hanya ingin jalan yang nyaman saja. Padahal sekali lagi, tidak ada jalan yang selalu mulus atau seterusnya terjal dan berlubang lubang. Jalanan selalu berubah. 

Jadi tentukan titik tujuan, dan pilihlah dengan berani. Setelah itu nikmati saja perjalanannya, dengan menerima apa adanya, apakah jalannya mulus atau berlubang lubang. Tidak udah berpikir jalan di depan, tidak usah berpikir jalan di belakang. Nikmati saja apa adanya, jalan yang sedang kita lalui saat ini... 





Wahyu Juniawan April 12, 2024
Read more ...

Ada satu kunci membuka pemahaman akan ajaran suci leluhur dan syair-syair kitab suci : Lingga Yoni. Lingga bermakna laki-laki, dan Yoni bermakna perempuan. Dalam tradisi Nusantara lingga disebut bapa angkasa dan Yoni disebut ibu bumi. Dalam makna diri, laki-laki atau bapa angkasa bukan bermakna langit di atas kita, melainkan lapisan energi suci atau saya menyebutnya kesadaran sebagai "percikan" Tuhan yang bersemayam "di dalam" tubuh. Tubuh kemudian disebut sebagai ibu bumi atau fisik atau disebut sebagai ranah diri/identitas.

Dalam kitab suci Al Quran misalnya, ketika ditemui istilah laki-laki, atau langit, maka hal itu merujuk pada tataran kesadaran keilaihan, dan jika ditemui istilah wanita atau bumi, maka hal itu merujuk pada fisik. Sebenarnya ini berlaku pada kitab suci lain. Kebijaksanaan kuno selalu mengumpamakan energi maskulin dan feminin untuk merujuk pada tubuh halus (kesadaran energetik) dan tubuh kasar (fisik). Penyatuan keduanya disimbolisasi dalam Lingga Yoni (dalam Istilah Nusantara). Dalam keseharian, perkawinan adalah simbol penyatuan atau manunggaling Kawulo Gusti. Penyatuan antara energi maskulin dan energi feminin.. Ketika terjadi penyatuan atau persetubuhan (dalam istilah fisik), maka kehidupan pun tercipta. Sama dengan saat energi maskulin dan energi feminin, alias kesadaran energetik atau saya menyebutnya sebagai kesadaran ilahiah dan wadah fisik menyatu, maka itulah kehidupan.

Dalam tradisi Islam, laki laki disebut sebagai khalifah. Istilah ini merujuk pada makna, bahwa ketika kesadaran ilahiah menjadi pemimpin, maka anda akan mengalami kehidupan yang damai dan bahagia. Dalam tataran lebih tinggi, anda akan menyatu atau melebur dengan Gusti, Tuhan. alam, atau apalah anda menyebut-Nya. Artinya, menjadi salah kaprah jika memahami bahwa laki laki sebagai gender-lah yang menjadi pemimpin. Maka kemudian banyak muncul simbol simbol maskulin dan feminin dalam berbagari ritual, ibadah, atau laku. Dari mulai kepercayaan asli Nusantara, India, Abrahamik, dan lain lain menyimbolkan penyatuan antara energi maskulin dan feminin ini. Seperti di India, Sungai merupakan simbol dari Dewi, dan lautan adalah simbol dari Dewa. Dalam berbagai kepercayaan, simbol maskulin feminin ini terejawantah dalam kisah Dewa Dewi juga berpasang-pasangan, hingga ritual haji (haji ke dalam diri maupun haji secara fisik). Artinya semua adalah nada yang sama namun berbeda aransemen. Semua sama sama merujuk pada pesan suci tentang alam semesta, kehidupan, dan keberadaan manusia. Ketika "perkawinan" itu terjadi, maka energi yang ditimbulkan akan sangat luar biasa besar.
Ketika anda mengadaptasi hal ini saat membaca naskah naskah kuno maupun kitab suci, anda akan mendapat pengetahuan yang sangat jelas dan tersembunyi dibalik simbol-simbol suci. Anda juga akan tahu bahwa semua adalah tanda dan petunjuk yang ditinggalkan nenek moyang manusia kepada generasi manusia sekarang.

Saya jadi ingat lagu kebangsaan Indonesia Raya yang berbunyi bangunlah jiwanya bangunlah badannya adalah lingga yoni. Bangun jiwanya dahulu baru badannya mengikuti, Demikian pula dengan bendera merah putih dimana merah adalah simbol ibu bumi dan putih adalah simbol bapa angkasa yang menyatu menjadi sebuah panji negara tempat kebijaksanaan hebat ini diajarkan. Sayapun jadi ingat dengan banyaknya petunjuk di candi candi dari mulai Sukuh, Cetho, Borobudur, tugu golong gilig (tugu Jogja), hingga tugu Monas yang semua memunculkan simbol Lingga Yoni. Betapa jelasnya tanda-tanda itu jika manusia Indonesia sebagai pewarisnya mau mempelajari ajarah leluhur tanpa terdoktrin ajaran ajaran yang tidak benar.

Seperti biasa, jangan percaya dengan artikel tulisan saya yang sok tahu ini. Ini hanya cerita apa yang saya temukan dalam perjalanan saya. Mungkin anda menemukan filosofi yang lebih dahsyat, maka beruntunglah anda dengan pengetahuan suci itu. Jadi seperti biasa, saya menyarankan, untuk mencapai kebenaran, jangan percaya dengan orang lain. Percayalah pada apa yang anda dapatkan dalam perjalanan pencarian anda sendiri.
Semoga tulisan ini bisa berguna untuk menyingkap tabir rahasia ajaran suci dalam perjalanan anda.


Salam..Rahayu...



Wahyu Juniawan Maret 06, 2024
Read more ...
Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan terutama di kalangan masyarakat Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan. Maknanya sangat bagus : mengingat leluhur yang telah meninggal. Apa gunanya? Bukan untuk mengingat mati dan pasca kematian yakni surga atau neraka, melainkan justru mengingatkan pada KEHIDUPAN. Mengingat apa saja karma karma yang telah dikerjakan leluhur kita.

Mengapa? Karena apa yang disebut karma leluhur adalah karma yang diturunkan melalui DNA tubuh kita. Isinya tidak hanya cetak biru desain tubuh kita yang sesuai dengan bentuk tubuh leluhur, melainkan juga rekaman rekaman sifat, emosi, dan pengalaman pengalaman yang tersimpan dalam memori para leluhur dan diturunkan kita melalui DNA. Inilah yang membentuk tubuh dan sifat badan hidup kita dalam menjalani kehidupan. 

Gunanya apa? 

Tentu istilah "memutus karma leluhur" adalah memutus dengan cara memperbaiki memori-memori warisan, dengan membuat karma sebaliknya, atau bahkan menetralkannya dan tidak membuat karma baru. Tentunya hal itu tidak semudah membalik telapak tangan mengingat DNA adalah memori program bawah sadar kita. Untuk memperbaiki atau membalik memori warisan diperlukan kesadaran, pemahaman atas realitas karma dan kehidupan, konsistensi serta repetisi. Harus terus diulang ulang agar menancap di alam bawah sadar kita. Namun kini kebanyakan orang yang melakukan Nyadran, hanya meminta maaf secara lisan kepada orang tua yang sudah meninggal agar puasa yang akan dijalaninya lancar. Hal ini menunjukkan telah bergesernya makna dari tradisi Nyadran. Tidak ada korelasi sama sekali antara meminta maaf dan puasa. Namun yang dimaksudkan meminta maaf adalah memutus karma leluhur, yakni menetralkan memori memori yang dianggap negatif dan kemudian membalikkan menjadi positif, atau bahkan menetralkan. Puasa Ramadhan diharapkan dapat menjadi momentum untuk berlatih memutus karma. Itulah esensi meminta maaf yang sebenarnya, yakni mengingat dan mengenal leluhur kita sehingga dengan mengenal leluhur kita, kita pun sama saja mengenal siapa diri kita. 

Tradisi mengingat leluhur tersebar di banyak tradisi budaya bangsa bangsa. Dari mulai penamaan dengan menambah marga atau orang tua, memumikan jasad leluhur, hingga masyarakat Jawa dengan tradisi Nyadran.



Wahyu Juniawan Maret 03, 2024
Read more ...
Kata "terima kasih" memiliki makna yang mendalam. Terima kasih memiliki filosofi jika semua yang kita berikan bukan materi. Materi hanyalah simbol semata. Namun sayang, saat ini mayoritas manusia , terutama di Indonesia, tidak paham makna sebenarnya terima kasih. Rata rata menyepelekan terima kasih, seolah oleh terima kasih hanya formalitas, sopan santun, atau sebatas penghargaan. Bahkan ada pula yang tidak pernah mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu.

Contohnya ketika seseorang memberikan uang, maka orang yang diberi hanya berterima kasih atas uangnya. Sebaliknya orang yang memberipun demikian. Ia merasa telah memberikan uang. Bahkan ada yang memberi uang dengan harapan bertransaksi untuk mendapatkan timbal balik seperti surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak. Tidak banyak lagi yang sadar jika uang adalah simbol. Uang adalah kesepakatan manusia sebagai alat tukar. Namun ketika anda memahami hakekat alam semesta, uang hanyalah kertas bergambar angka. Ia hanya mewakili nilai dari sebuah materi. Dan nilai adalah kesepakatan manusia. Alam tidak mengenal nilai dari uang. Seharusnya, ketika seseorang memberikan uang dengan nilai tertentu, sebenarnya ia sedang memberikan cinta kepada orang yang diberi. Nilai itu bisa jadi dibelikan makan oleh orang yang diberi, atau bahkan ditabung untuk biaya sekolah. Artinya seseorang yang memberikan uang sebenarnya sedang berbagi cinta kasih. Ia membantu agar si penerima uang bisa membeli makan, atau mungkin menabung untuk seklolah anaknya. Jadi pada hakekatnya ia tidak memberikan uang, melainkan cinta kasih lah yang diberi.

Maka ketika ada seseorang memberikan uang, dengan berharap timbal balik baik surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak, orang tersebut tidak sedang memberikan cinta, melainkan sedang memberikan egonya. Ia memberi demi dirinya sendiri. Inilah yang dinamakan tidak ikhlas. Ikhlas berarti dalam memberi tidak ada transaksi apapun dengan Tuhan atau alam semesta. Tidak ada harapan apapun agar apa yang ia berikan kembali. Ketika seseorang memberi uang atau benda lain tanpa berharap kembali, maka ia sedang di frekuensi kelimpahan alam semesta. Mengapa? Karena memberi tanpa bertransaksi adalah sifat Tuhan atau sifat alam semesta. Seperti juga matahari yang memberi sinar, pohon yang memberi buah buahan dan sayuran, hewan hewan yang bergerak demi keseimbangan alam, air yang mengobati rasa haus, udara yang kita hirup dan buang, serta api yang membuat tubuh hangat dan bisa memasak apapun. Semua adalah sifat alam yang tidak pernah bertransaksi dengan manusia. Maka ketika manusia telah sampai pada kesadaran, jika apa yang diberikannya hanyalah simbol dari cinta kasihnya, dan tanpa ada transaksi apapun, saat itulah ia telah berada di frekuensi keberlimpahan alam semesta. Artinya, daya cipta pun bisa aktif di frekuensi tersebut, seperti yang diajarkan oleh para leluhur manusia.

Jadi, semua materi adalah energi. Memberi hanyalah memindahkan energi saja. Memberi sesuatu sama saja sedang memberikan cinta kasih. Apa yang kita beri hanyalah tanda atau simbol semata, yang mana adalah buatan atau kesepakatan manusia. Dibalik itu, apa yang kita beri hanyalah simbol dari rasa cinta kasih yang kita berikan kepada orang lain. Inilah makna dari "terima kasih", atau menerima kasih seseorang. Menerima cinta kasih dari seseorang... 



Wahyu Juniawan Maret 01, 2024
Read more ...

Pikiran dan perhatian tidaklah sama. Banyak yang mengira perhatian berasal dari pikiran. Pikiran adalah kinerja otak dalam menganalisa data dari luar yang ditangkap panca indera. Sementara itu perhatian berada pada ranah kesadaran. Anda tidak akan memusatkan perhatian jika pikiran masih menguasai. Untuk bisa fokus, diamkan dulu pikiran anda.


Karena tidak bisa membedakan, akibatnya banyak orang yang gagal bermeditasi. Banyak yang mengira sedang fokus kepada keluar masuk nafas, padahal sebenarnya ia sedang tidak fokus. Pikiran terus menganalisa dengan pertanyaan pertanyaan ketika "fokus" pada nafas. Akibatnya kebebasannya justru terbatasi oleh apa yang ia sebut sebagai "fokus".Dampaknya ia akan menolak segala macam hal yang tidak terkait dengan nafas.

Berbeda dengan memperhatikan. Memperhatikan hanya bisa dilakukan ketika pikiran diam. Memperhatikan dilakukan dengan kesadaran, bukan sebaliknyasebaliknya, artinya fokus tidak menjadikan sadar. Sadar baru anda bisa fokus. Kerena ketika anda dalam mode kesadaran, tidak ada pikiran yang menghalangi. Anda bisa memberikan perhatian atau fokus pada apapun tanpa teralihkan oleh pikiran.




Wahyu Juniawan Januari 15, 2024
Read more ...
Banyak yang protes ketika saya menulis sebuah status : "Hidup yang benar adalah ketika anda hidup dengan adaptif, bukan kompetitif.."

Sebagian besar yang protes mengatakan, jika tidak kompetitif bagaimana kita bisa hidup di tengah persaingan?.

Justru itu yang kurang tepat. Dunia yang penuh persaingan justru menjadi level peradaban terendah dalam sejarah umat manusia. Mengapa? Karena ketika kita bicara persaingan, berarti yang aktif adalah pikiran anda. Saya pernah menulis di beberapa tulisan lalu, jika fungsi pikiran adalah UNTUK TUBUH KITA BERTAHAN HIDUP DARI ANCAMAN. Ketika anda merasa harus bersaing, artinya semua yang ada di sekitar anda adalah ancaman bagi kehidupan anda. 

Lalu apa yang salah??

Ketika pikiran anda sangat aktif, maka yang terjadi adalah frekuensi anda di alam semesta ini menjadi sangat rendah. Ketika frekuensi anda rendah, maka apapun yang sefrekuensi dengan anda akan tertarik ke kehidupan anda. Kesialan, ketidakberuntungan, kehilangan, dan lain-lain adalah semua yang berfrekuensi rendah. Biasanya hal-hal tersebut ditarik oleh emosi emosi iri hati, marah, trauma, ketakutan, kekhawatiran, putus asa, rendah diri, dan lain-lain. Hal ini kemudian ekuivalen dengan kondisi mental masyarakat modern saat ini, dimana di tengah persaingan, orang-orang dengan emosi emosi berfrekuensi rendah tersebut mudah kita jumpai. Celakanya pola pikir 'hidup harus kompetitif' ini telah ditanamkan di pendidikan kita sejak usia dini. Anak-anak kita tanamkan untuk bersaing dengan teman temannya, sehingga ketika mereka beranjak dewasa, anak anak kita akan membentuk diri menjadi orang orang yang egois, mudah marah, stress, memiliki beragam penyakit, tidak bahagia, dan justru dikelilingi oleh kegagalan. 

Berbeda dengan hidup yang adaptif, dimana seseorang akan fleksibel seperti air. Ia mengalir saja dalam arus kehidupan. Namun di sisi lain, ia juga tetap mengarahkan kehidupan ke arah yang ia inginkan. Kapan harus memaksimalkan potensi, mencipta, atau bekerja, maka ia akan melakukan dengan optimal. Sebaliknya, ia juga akan berhenti ketika saatnya harus berhenti. Seorang yang adaptif tahu kapan harus menginjak pedal gas, atau kapan harus menginjak pedal rem. Berbeda dengan mereka yang harus selalu kompetitif, terus menginjak pedal gas. Bisa dibayangkan betapa melelahkannya. 
Menjadi adaptif di masa sekarang tidak mudah, karena sama saja anda menginstall ulang software baru di pikiran anda. Namun ketika software baru ini telah terinstall, anda akan menemukan kebahagiaan, kedamaian, rejeki melimpah, keberuntungan, kesehatan, dan kesuksesan. Semua bisa anda lakukan ketika anda tidak lagi menjadikan pikiran sebagai tuan anda, melainkan sebagai pembantu anda. Artinya pikiran tetap berfungsi, namun andalah yang menentukan langkah-langkah yang harus anda ambil dalam merespon permasalahan anda. Ketika pikiran telah anda jinakkan, maka anda akan menyadari sebuah energi misterius bernama keberlimpahan. Mendadak anda akan memasuki kesadaran yang menyadari jika anda telah memiliki semuanya. Yang ada adalah rasa bersyukur dan terima kasih. Frekuensi keberlimpahan ini sangat tinggi. Artinya ketika anda masuk kepada frekuensi keberlimpahan, maka anda akan mengakses atau membuka pintu dimana didalam ruangan yang anda buka tersebut berisi kekayaan, ketentraman, kemakmuran, kecukupan, keberuntungan, kesehatan, dan kedamaian. Apapun yang ada di ruang frekuensi keberlimpahan itu akan tertarik menuju kehidupan anda. Jika diterjemahkan dalam bentuk wujud dan materi, ketika pikiran anda adanya persaingan, maka yang akan tertarik ke kehidupan anda adalah pesaing pesaing yang ingin menjatuhkan anda. Namun sebaliknya jika anda menjadi orang yang adaptif, otomatis segala hal yang membantu anda akan mendatangi kehidupan anda.

Guru saya pernah berkata, "Semesta tidak mewujudkan keinginanmu. Semesta hanya akan mewujudkan apapun yang kamu pancarkan...."

cara hidup yang benar


Wahyu Juniawan Agustus 17, 2023
Read more ...

Dalam meditasi Vipassana yang pernah saya ikuti di Vihara Mendut selama 3 hari 2 malam beberapa tahun lalu, kami para peserta tidak diperkenankan berbicara satu sama lain walau sepatah kata. Handphone juga dititipkan ke panitia penyelenggara. Dan saya baru merasakan jika diam itu sangat sulit. 

Bicara adalah representasi pikiran dalam suara verbal. Setiap bicara, pasti ada pikiran yang bekerja, tidak mungkin tidak. Karena setiap kata mengandung arti atau identitas sesuatu. Kata adalah pengelompokan pengelompokan berdasarkan kesepakatan. Contoh kata "meja", adalah pengelompokan dari kayu, paku, lem yang dibentuk dengan bentuk tertentu sesuai kesepakatan dan fungsinya pun sesuai kesepakatan manusia. Dengan mengatakan kata "meja" artinya anda sedang melakukan penyingkatan elemen elemen meja tadi menjadi satu kata : "meja". Maka setiap anda berkata meja, otomatis anda sedang mengakses memori pikiran yang tertanam di otak anda tentang informasi mengenai meja. Maka di ajaran Hindu, Buddha, Siwa Buddha, Jawa, hingga spiritualisme suku Indian Amerika dikenalah mantra. Mantra adalah kumpulan kalimat tanpa makna. Hong, Ong, Om, Aum, Amen, Amin, Alif lam mim, Yaasin, atau mantra mantra lain yang tidak memiliki makna, namun tujuannya hanya untuk menggetarkan energi. 

Jadi tidak hanya "kata" saja, dalam setiap bicara anda sedang menggetarkan energi. Energi yang bergetar otomatis akan menimbulkan gelombang. Jika frekuensi gelombangnya selaras dengan frekuensi alam, maka saat anda menggetarkan bunyi, anda sedang berkomunikasi tidak hanya dengan sesama manusia, melainkan juga alam semesta. Bedanya mantra dengan bicara adalah, mantra merupakan bunyi tanpa makna yang digetarkan, sementara bicara selalu mengandung bahasa yang memiliki arti. Sekali lagi, arti terkoneksi dengan memori makna dan kesepakatan manusia. Sementara ketika anda mengucapkan mantra tak bermakna, anda tidak memiliki memori apapun terkait arti dari sebuah kata atau kalimat yang anda dengungkan. Frekuensi bicara pun berbeda beda. Ketika anda bicara dengan nada tinggi, atau rendah, lawan bicara anda akan merespon dengan emosi yang berbeda beda. Namun ketika sebelah anda mengucapkan mantra, apakah anda memiliki respon emosi? Yang ada adalah respon energi karena ketika mantra itu selaras dengan organ tubuh tertentu misalnya jantung, vibrasi energi dari mantra itu akan membuat molekul molekul jantung menjadi dinamis. Seperti deretan lonceng gantung yang anda getarkan salah satunya, maka yang lain akan ikut bergetar. Cobalah perhatikan, jika anda seorang muslim dan sedang melakukan ibadah sholat jamaah di masjid yang besar. Ketika semua jamaah melafalkan amin secara bersamaan, rasakan getarannya di tubuh anda. 

Bahasa dan bicara adalah pedang bermata dua. Di satu sisi bermanfaat, di sisi lainnya sangat berbahaya. Seseorang bisa melakukan pembunuhan hanya karena salah bicara, karena kalimat yang diucapkan mempengaruhi pikiran orang lain. Apa yang mempengaruhi? Tentunya makna, intonasi (frekuensi), dan vibrasi tak terlihat yang dihasilkannya. Belum lagi dampak ke orang yang berbicara karena sekali lagi dengan anda berbicara, otomatis anda sedang berpikir. 

Itulah mengapa, dalam beberapa ajaran kuno, "Tuhan" dinamai dengan nama yang tak memiliki makna. Selain karena tak ada yang bisa menjelaskan atau menggambarkan secara makna, nama "Tuhan" dalam beberapa ajaran berkonotasi dengan bunyi (frekuensi). Ketika dilafalkan, maka bunyi yang dihasilkan tanpa makna (otomatis pikiran menjadi tidak aktif), dan frekuensinya selaras dengan frekuensi "Tuhan" sendiri. Ketika dilafalkan berulang, maka gelombang otak akan menurun menjadi theta bahkan gamma. Atau dalam bahasa spiritual disebut meditasi mendalam. 

Saya sendiri selalu mempraktekkan untuk diam, atau puasa berbicara ketika saya mulai terseret oleh emosi dan arus pikiran. Saya selalu menyendiri di ruang meditasi di sudut rumah saya barang sejenak atau sampai saya kembali kepada kesadaran. Bahkan uniknya selalu setiap pikiran saya diam (bukan berarti tidak ada), saya sendiri hanya hidup dalam kesadaran. Kadang untuk menulispun saya tidak memiliki ide, karena ide muncul ketika pikiran bekerja. Mengapa? Karena tulisan adalah bentuk lain dari berbicara. Maka saya kadang heran, ketika banyak orang berpuasa, namun justru banyak berbicara, menulis, atau menghabiskan waktu dengan ngobrol sambil menunggu berbuka puasa. Apanya yang puasa jika yang puasa hanya perutnya saja, namun pikirannya tidak. 

Maka puasa berbicara adalah salah satu metode yang cukup efektif untuk melatih mendiamkan pikiran dalam meditasi Vipassana. Anda bisa melihat, banyak guru guru suci yang sangat irit berbicara ketika ilmunya semakin tinggi. Bicara hanya seperlunya saja... Tidak seperti saya yang masih banyak berbicara, termasuk di tulisan ini... 

- www.youtube.com/berbagicahaya -



Wahyu Juniawan Juli 17, 2023
Read more ...

Jika anda menemui guru-guru yang telah mencapai tingkat ilmu yang tinggi, anda akan menjumpai kesamaan : rata-rata beliau beliau ini lebih banyak diam, tidak ingin muncul ke publik, atau ribut dengan urusan politik, urusan orang lain, ataupun urusan negara.

Sebelum ini saya bertanya kepada diri saya sendiri, apa korelasi antara banyak diam dengan pemahaman akan ilmu kehidupan?

Dulu saya berpikir beliau beliau ini semakin banyak tahu, maka semakin merasa tidak tahu banyak,  sehingga memilih diam. Setelah saya observasi kepada diri saya sendiri, ada benarnya juga.

Namun ternyata setelah saya praktekkan ke diri saya sendiri, semakin tinggi ilmu seseorang,  ditentukan oleh semakin heningnya pikiran. Ia hanya sadar dan mengalir saja. Ia tahu dengan segala konsekuensi sebab akibat (yang akan saya bagi di tulisan selanjutnya), sehingga segala sesuatu yang ia lakukan adalah untuk dirinya sendiri. Hal ini berbeda dengan ego yang hanya ingin menguntungkan diri sendiri. Sadar dan hanya fokus kepada diri sendiri sangat berbeda dengan egois. Sadar dan hanya fokus kepada diri sendiri berhubungan dengan tahu segala resiko yang ditimbulkan dari setiap tindakan.

Lantas seperti apa pikiran yang hening yang membuat kita menjadi diam?Sederhananya adalah begini. Setiap manusia selalu menganalisa apapun yang masuk melalui panca indera bukan?Analisa itulah pikiran. Ia akan menghasilkan analisa yang ujung ujungnya akan memberikan anda emosi serta  pertimbangan apa yang akan anda lakukan untuk merespon sesuatu. Inilah sistem ego atau sistem bertahan hidup manusia yang terdiri dari lingkar kerja yang berpusat pada pikiran. Itulah mengapa meditasi yang benar, mengajarkan anda untuk mengenali kesadaran. Setelah anda sadar barulah anda akan benar benar mengenali sistem pikiran anda.

Pikiran yang sibuk menganalisa dan menilai sana sini, akan berpengaruh pada berisiknya percakapan dalam diri anda. Percakapan inilah yang disebut batin. Batin seolah olah berada di hati atau jantung, namun sebenarnya batin, atau mind dalam bahasa Inggris, adalah suara dari pikiran anda sendiri. Batin adalah rahasia setiap manusia. Tidak ada satupun manusia yang tahu batin orang lain.

Selama ribuan tahun, leluhur manusia menciptakan sebuah teknologi canggih, yang nantinya digunakan untuk menguasai dunia, bernama komunikasi. Komunikasi adalah dengung suara yang keluar dari mulut manusia, berisi simbol simbol dalam bentuk suara yang mewakili pikiran seseorang. Akibatnya dengan berkomunikasi, seorang manusia bisa 'bertukar pikiran' dengan manusia lain. Pikiran yang tadinya rahasia pun bisa diungkapkan kepada orang lain dengan simbol simbol bunyi bernama bahasa, dan simbol berupa huruf atau tulisan. Jadi setiap percakapan anda sebenarnya adalah cara anda untuk mengungkapkan pikiran pikiran anda. Semakin banyak omongan maka korelasinya anda pasti memiliki banyak pikiran, entah yang remeh temeh hingga yang paling penting. Namun ada pula jenis orang yang tidak banyak berkomunikasi namun pikirannya banyak. Biasanya orang seperti ini  bukan telah mencapai keheningan, melainkan justru karena ia minder, dan tidak merasa pandai berkomunikasi. Lagi lagi, rasa minder muncul karena pikiran juga. Artinya pikiran anda tidak tunggal, namun berlapis-lapis. Semakin banyak pikiran, hidup anda menjadi semakin berisik dan tidak tenang, karena apapun yang masuk ke panca indera pasti anda pikirkan. Bahkan kadang hal hal sepele anda pikirkan, contohnya suatu hari anda melihat teman anda memakai celana berwarna merah. Pikiran anda langsung menganalisa : "mengapa, merk apa, beli di mana, kok aneh pakai celana merah, dan lain lain".

Sampai sini anda mungkin akan paham mengapa meditasi melatih anda, intinya UNTUK MENDIAMKAN PIKIRAN. Jika anda berpikir mendiamkan pikiran harus mati terlebih dahulu, maka anda masih jauh sekali dari pemahaman akan sistem pikiran anda. Itulah mengapa para guru besar selalu berhati hati dalam berbicara, karena berbicara sama dengan membuka rahasia pikiran anda. Dan ketika para guru besar yang telah berhasil mengheningkan pikirannya, tidak ada lagi yang dapat beliau beliau katakan selain hal hal yang memang penting untuk dikatakan. Karena sekali lagi, setiap kalimat yang anda ucapkan =  apa yang sedang anda pikirkan. Lalu bagaimana cara berlatih mengheningkan pikiran? Persedikit untuk melihat keluar, banyak-banyaklah melihat ke dalam diri anda sendiri...



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Bukankah yang membuatmu kebingungan dengan kehidupan ini adalah karena pikiranmu sendiri yang terus mengajakmu bergerak?

Hingga saat diam-mu di penghujung malam pun, ia terus saja memaksamu bergerak dari posisi duduk heningmu. Pikiran tidak akan membiarkanmu berlama lama diam. Jadi percayalah, kamu melakukan hal sia sia ketika memerintahkan pikiranmu untuk diam, karena pikiran bekerja otomatis sesuai sistem tubuh manusiamu yang telah berevolusi selama ribuan tahun.

Jadi sambutlah ketika ia datang, namun tolak ketika ia mengajakmu pergi dari keheningan dan kesendirian. Banyak manusia yang mentasbihkan dirinya memiliki ilmu agama tinggi, namun tidak paham sama sekali mengenai kinerja pikiran. Mereka berpikir keruwetan hidup, emosi, dan stress disebabkan oleh faktor luar dan orang lain. Padahal kamu bisa diam, walau egomu terus memberontak untuk membuatmu menjadi yang paling hebat, paling dikagumi, paling pandai, paling kaya, paling berkuasa. Hanya satu bahasa ego....yakni "ter"....Aku terhebat, tercantik, terbaik, terkaya, tersuci, terpandai, memiliki ilmu tertinggi, dan ter-ter lainnya. Amati saja seolah pikiran, emosi, dan ego adalah tamu di rumahmu. Persilakan ia masuk ke pintu rumahmu dan minta ia duduk diam. Ketika ia mengajakmu pergi, sadari saja dan tolaklah dengan cinta kasih, karena pikiran, emosi, dan ego adalah keluargamu juga.

Pikiran akan selalu datang ketika kamu melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa sesuatu. Ia adalah perangkat tubuhmu, yang memberikan beragam analisis untuk kebaikanmu agar kamu selamat dan tetap hidup di planet indah ini. Ia adalah seorang patih Sengkuni buat Duryudana. Ia adalah sang Prabu Bathara Kresna untuk para Pandawa. Penasehat ulung yang selalu menguntungkan dirimu. Tugasnya adalah sebagai penimbang, analis, sekaligus penasehat bagi setiap manusia. Ia lah yang membedakanmu dengan satwa dan tumbuh-tumbuhan sehingga kamu tidak hanya memiliki insting seperti mereka, namun juga pilihan yang menentukan nasib dan kemana kamu akan melangkah dalam hidup.

Sayangnya banyak manusia yang menyepelekan pikiran dan tidak mengetahui bahwa pikiran adalah iblismu. Iblis adalah malaikat yang menggerakkan ego serta emosimu yang membuat kamu memakan buah khuldi atau apel kehidupan. Buah yang membuatmu nyaman dan lupa diri, bahwa kenikmatan di hidupmu adalah semu. Ia akan kamu tinggalkan ketika tubuhmu tidak lagi kuat dan berfungsi membuatmu berjalan di atas tanah planet Bumi.  Iblis tidak selamanya jahat karena ia juga malaikatmu. Begitulah manusia yang dikisahkan sebagai mahluk yang bisa menjelma menjadi iblis yang penuh api, atau malaikat yang bercahaya.

Pikiran adalah sumber dari keterpisahanmu dengan frekuensi alam semesta, dan kesejatian dirimu. Ia ibarat sebilah pisau yang jika digunakan dengan baik, akan sangat berguna. Namun ia juga sekaligus menjadi senjata pembunuh yang mematikan. Maka diperlukan kebijaksanaan untuk menggunakannya "hanya" saat kamu memerlukannya.

Pikiran juga lah yang menciptakan duniamu, dan dunia orang lain. Demikian juga pikiran orang lain lah yang menciptakan dunianya dan duniamu. Begitulah ketika setiap manusia saling menjadi pengamat atas dirinya sendiri dan kehidupan. Tanpa ada pikiranmu yang memiliki frekuensi pembentuk materi, mustahil dunia yang saling bersilangan ini akan terbentuk. Dan akan selalu ada mahluk yang berpikir, karena ketika semua mahluk tidak lagi berpikir, maka alam semesta ini akan lenyap menjadi keheningan tanpa bentuk. Dengan adanya pikiran, maka terbentuklah frekuensi-frekuensi yang tervibrasi dan kemudian menjadikan semua materi terbentuk.

Tanpa pikiran, tidak akan ada dualitas, tidak akan ada keindahan semesta, tidak akan ada matahari yang bersinar lembut di pagi hari.

Dia yang menjelma dalam setiap tubuh-tubuh manusia dan semua mahluk, menggunakan pikiran tubuh untuk menciptakan masing-masing cerita bagi setiap individu sekaligus menciptakan habitat bagi individu tersebut. Yang perlu kamu lakukan adalah rawat pikiranmu dan gunakan dengan kebijaksanaan yang diajarkan para leluhur. Percayalah, bijaksana berada di atas level benar dan salah, karena benar dan salah adalah dualitas dan produk pikiranmu semata. Sementara kebijaksanaan adalah Dia yang merupakan sejatinya dirimu. Pikiran adalah kecerdasan tubuh manusiamu yang memberimu tugas berat di alam semesta, menjadi pencipta, pemelihara sekaligus pelebur bagi duniamu..



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Tidak ada yang istimewa dari manusia dibandingkan mahluk lain di alam semesta. Manusia hanya bagian kecil dari sebuah mega sistem peredaran tata surya, pergerakan antar bintang, dan simbiosis kehidupan yang saling terkait, menjalin kerja sama sesuai fungsi dan peran masing-masing.

Tidak hanya manusia, setiap virus, protein, molekul, bakteri, debu kosmik, gelombang elektromagnetik, dan semua bagian memiliki kecerdasannya masing-masing. Ketika manusia berfungsi sebagai "manusia", maka otomatis kecerdasan manusia adalah kecerdasan sistemik dalam sistem besar alam semesta. Namun ketika manusia tidak berfungsi sebagai manusia, maka kecerdasan manusia adalah sel sel kanker yang perkembangannya terus diawasi, dan siap dihancurkan kapan saja dengan antivirus untuk menjaga mega sistem alam semesta tetap berjalan..



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Tahukah kamu, "pengetahuan" yang sebenarnya adalah mengetahui banyaknya hal yang tidak kita ketahui di dalam diri kita?

Gerbang semesta ada di dalam dirimu. Cinta kasih dan kedamaian selalu ada bersamamu. Namun kau terlalu sibuk menilai orang lain dan memperjuangkan segala hal yang tak akan kau bawa pulang.

Ketika kamu lelah dengan hidupmu, kamu pun sibuk mencari cinta dan kedamaian kesana sini.

Kamu sibuk memohon mohon kepada Tuhanmu yang tak pernah ada, karena Tuhan yang kau minta sama dengan Tuhan yang kau tunjuk sebagai syirik : Tuhan berbentuk materi.

Namun bukankah itu yang dikatakan oleh para penceramah yang kau percayai? Bukankah mereka juga orang-orang yang tidak tahu, sama seperti dirimu?Lantas mengapa kau lebih percaya mentah mentah perkataan mereka daripada menyelam ke dalam dirimu sendiri dan menemui Sang Hening yang sebenarnya?

Kita adalah pecahan cermin yang merefleksikan sebuah objek yang sama. Kita tidak pernah tahu apa apa karena ada yang lebih Maha Tahu dari segalanya. Jadi berhentilah percaya para penjual kedamaian, para penjual surga, dan para renternir spiritual. Percayalah kepada dirimu yang tidak tahu, karena di balik ketidaktahuan itu ada "Mata Sang Maha Tahu.."





Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Kehidupan tidak mengenal awal dan akhir. Setiap awal bisa jadi akhir dari sesuatu, demikian pula setiap akhir bisa jadi merupakan awal dari sesuatu.

Apakah matahari terbit adalah awal hari?Bisa jadi. Namun matahari terbit bisa juga akhir dari malam.

Demikian pula dengan senja yang bisa jadi akhir dari sebuah hari, namun bisa juga awal dari malam.

Setiap peristiwa dalam hidup kita adalah awal sekaligus akhir dari sesuatu. Sebuah kelahiran bukan berarti sebuah awal dari sebuah kehidupan, kelahiran bisa jadi akhir dari sebuah fase kehidupan lain (Dalam kandungan). Kematian juga bukan berarti akhir namun bisa jadi sebuah awal perjalanan panjang. Jika anda menganggap kematian sebagai sebuah akhir, maka anda hanya akan menemukan ketakutan dan kekhawatiran.

Ketika anda berhasil menghilangkan racun "awal dan akhir", maka anda akan melihat keindahan kehidupan anda sendiri yang tak pernah terputus oleh awal dan akhir...



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Baik buruk pandangan orang terhadap diri kita adalah akibat baik buruknya pandangan diri kita sendiri. Semua berawal dari prasangka, hasil dari pikiran yang menebak-nebak dan menganalisa. Namun emosi kita seringkali terpicu akibat prasangka kita sendiri, yang lucunya, adalah sebenarnya pikiran kita sendiri.

Namun bagaimana jika prasangka itu kemudian benar?Jika prasangka itu ternyata benar, maka pikiran akan memunculkan prasangka prasangka lainnya, karena itulah tugas pikiran. Prasangka adalah hasil analisa pikiran dari data data berupa memori atau ingatan semua emosi dan peristiwa yang mengendap di otak manusia. Jika sudah sekian tahun atau belasan tahun dan memori itu masih mengendap di otak anda, bisa dipastikan peristiwa itu mengandung emosi besar yang anda bentuk waktu itu. Rekaman atau memori itulah yang menjadi bahan bagi otak untuk membuat prasangka. Jadi prasangka bukan bisikan setan atau iblis ya...

Lalu jika prasangka itu benar, apa masalahnya? Sama juga ketika prasangka itu salah. Apa masalahnya? Banyak orang yang sebenarnya hanya ingin 'pembenaran' ketika prasangka itu benar atau salah. Ketika prasangka itu benar maka seseorang akan mengatakan, "Nah iya kan...benar...saya sudah menduga...". Hal ini diikuti dengan emosi tambahan yang muncul dan tertimbun bersama emosi emosi masa lalu yang tersimpan. Namun jika prasangka salah, anda pun masih berusaha mempertahankan prasangka yang telah bercampur dengan ego anda.

Jadi tidak ada yang salah dengan prasangka karena ia adalah buah dari tugas pikiran yang terus melakukan analisa. Prasangka adalah perangkat atau instrumen kehidupan tubuh manusia kita. Namun ketika topik pembicaraan anda mengenai kedamaian dan kesejatian diri, lagi lagi anda tidak perlu berusaha melenyapkan prasangka, karena prasangka dan analisa analisa itulah yang akan selalu membuat anda waspada dan itu adalah mode bertahan hidup. Namun ketika anda masih memiliki mode bertahan hidup, artinya ego anda masih anda pelihara. Mereka yang masih berada di mode bertahan hidup adalah mereka yang masih jauh dari kata damai. Damai adalah berdamai dengan apapun termasuk prasangka, dan ketika prasangka itu benar atau salah di kehidupan anda. Anda cukup hanya menyadari, menjadi pengamat, dan mengenali prasangka, serta momen ketika prasangka itu terbukti benar atau salah. Ketika anda melampaui prasangka, dan benar salahnya prasangka, maka anda tidak lagi menyatu dengan prasangka tersebut dan dapat mengabaikan prasangka. Anda akan melihat jika ternyata prasangka ibarat kotoran pada kaca jendela dan menghalangi kejernihan anda untuk memandang objek di balik kaca jendela itu..



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Anda tidak akan benar benar menjadi pribadi yang menemukan kedamaian sebelum anda sadar bahwa mengejar apa yang dihasilkan pikiran bernama ambisi, tujuan, dan mimpi begitu melelahkan...

Anda tidak akan pernah menemukan arti "sejati" sebelum anda menanggalkan segala analisa anda terhadap fenomena, kejadian, ruang dan waktu..

Anda tidak akan meresapi esensi kehidupan yang selalu berproses dengan pelan tanpa tergesa, ketika anda masih dikejar-kejar oleh kekhawatiran dan ketakutan akan sesuatu yang sebenarnya anda ciptakan sendiri dan tidak pernah ada..

Ketika anda hanya berhenti pada kebahagiaan, anda tidak akan pernah menemukan esensi segala sesuatu, karena kebahagiaan bukanlah dasar segala sesuatu melainkan kebijaksanaan..

Dan kebijaksanaan bukanlah sebuah tindakan untuk segala sesuatu di luar anda, melainkan segala sesuatu yang akhirnya untuk diri anda sendiri..

Anda tidak akan menemukan apa-apa ketika anda ingin belajar untuk mendapatkan sesuatu. Karena ilmu spiritual dipelajari bukan untuk mendapatkan sesuatu, melainkan tanpa tujuan apapun. Karena ketika anda mengetahui hasilnya saat anda baru mulai belajar, anda tidak akan tertarik untuk mempelajarinya. Karena semuanya berakhir ketika anda tidak mendapatkan apapun dan mengetahui jika semuanya terlalu sederhana....



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Cobalah angkat satu gelas berisi air. Pertanyaannya berapa berat gelas tersebut? 1 ons? 3 ons?  5 ons? Atau 1 kilogram?

Permasalahannya adalah bukan pada berapa berat gelas itu ketika Anda angkat, namun seberapa lama anda mengangkatnya? Berat gelas selalu sama, namun semakin lama anda mengangkatnya, gelas itu akan semakin berat.

Begitulah beban pikiran manusia. Pertanyaannya, apakah alam semesta bermasalah kepada anda? Apakah kehidupan memberikan beban kepada anda?Bukan... Anda dan pikiran anda sendiri yang menaruh beban dalam kehidupan anda. Alam semesta selalu netral apa adanya. Yang bermasalah adalah anda dan pikiran anda yang selalu menganalisa apapun, sehingga menimbulkan aneka ragam prasangka atau dugaan yang anda tahu belum tentu benar, namun anda takut jika jangan-jangan benar. Lalu apa masalahnya jika benar? Anda takut atau tidak suka menghadapi cercaan ego ketika sesuatu tidak sesuai dengan keinginan anda?

Takut, berani, suka, dan tidak suka adalah produk pikiran yang bernama ego. Ego cenderung mendorong anda untuk melakukan sesuatu yang aman demi kelangsungan hidup anda. Aman dalam hal ini adalah protektif. Protektif bisa bagus, bisa buruk. Bagus ketika Anda dalam keadaan terancam, dan bisa buruk ketika setiap saat anda selalu protektif. Ketika Anda terus menerus berpikir, maka anda akan terus menerus menghasilkan sesuatu yang protektif. Hal ini membuat anda tidak memiliki kemauan untuk mengubah sesuatu dalam hidup anda. Semua berawal dari pikiran anda yang terus bekerja. Anda terus menganalisa ini itu, menakuti ini itu, mengkhawatirkan ini itu, dan membuat energi anda habis untuk berpikir. Alam semesta dan kehidupan selalu netral apa adanya, ada atau tidaknya anda di planet Bumi ini. Pernah atau tidaknya anda dilahirkan, alam semesta akan terus berjalan seperti ini, apa adanya. Jadi jangan ge-er merasa diri anda penting di alam semesta yang terus mengalirkan kehidupan ini. Yang bisa anda ubah adalah pola pandang anda terhadap alam semesta dan kehidupan. Awali semua dengan menempatkan pikiran pada tempat dan waktunya untuk digunakan.

Berlatih meditasi adalah berlatih untuk meletakkan beban anda : pikiran. Meditasi melatih anda untuk menggunakan pikiran pada tempatnya dan pada waktunya. Tidak perlu setiap detik anda berpikir. Saya pernah menulis jika otak memerlukan konsumsi 25 persen dari 100 persen energi anda, itu ketika anda tidur. Artinya perlu 25 persen energi hanya untuk agar otak anda terus aktif tanpa berpikir ketika tidur. Ketika anda dalam keadaan bangun dan berpikir, otak anda akan menyedot lebih banyak energi tubuh anda yang harusnya anda gunakan untuk imunitas atau data cipta masa depan anda. Semakin anda meletakkan gelas tadi, maka beban anda akan semakin ringan, bahkan tidak ada lagi beban yang membuat langkah anda sangat berat untuk menjalani kehidupan anda.

Kita hanya seorang pengemudi perahu di sebuah sungai yang deras mengalir. Tubuh anda adalah perahunya.. Kemana tubuh anda bergerak, semua tergantung anda... Pertanyaannya siapa anda si pengemudi perahu?? Apakah bergeraknya perahu mengikuti si pengemudi atau si pengemudi mengikuti gerak perahu? Yang jelas, pengemudi perahu harus sadar ia sedang mengemudikan perahu yang mengalir di derasnya arus sungai yang tidak mungkin ia ubah dan kendalikan. Yang bisa anda ubah adalah arah perahu anda...



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Kematian seharusnya menjadi penerimaan yang damai, jalan masuk yang penuh kasih ke dalam yang tidak dikenal, selamat tinggal yang menyenangkan kepada teman-teman lama, kepada dunia lama. Seharusnya tidak ada tragedi apa pun di dalamnya.

Seorang Master Zen, Lin Chi, sedang sekarat. Ribuan muridnya telah berkumpul untuk mendengarkan khotbah terakhirnya, tetapi Lin Chi hanya berbaring - gembira, tersenyum, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Melihat bahwa dia akan mati dan dia tidak mengatakan sepatah kata pun, seseorang mengingatkan Lin Chi - seorang teman lama, seorang Master atas usahanya sendiri.... Dia bukan murid Lin Chi. Itulah mengapa dia bisa mengatakan kepadanya, "Lin Chi, apakah engkau lupa bahwa engkau harus mengatakan kata-kata terakhirmu? Aku telah selalu mengatakan ingatanmu tidak baik. Engkau sekarat ... apakah engkau sudah lupa?"

Lin Chi berkata, "Dengarkanlah saja." Dan di atas atap dua ekor tupai sedang berlari, berciut-ciut. Dan dia berkata, "Alangkah indahnya" dan dia mati.

Untuk sejenak, ketika dia berkata, "Dengarkanlah saja," ada keheningan mutlak. Semua orang mengira dia akan mengatakan sesuatu yang hebat, tetapi hanya dua ekor tupai yang berkelahi, berciut-ciut, berlari di atas atap .... Dan dia tersenyum dan dia mati.

Tetapi dia telah memberikan pesan terakhirnya: jangan membuat sesuatunya kecil dan besar, sepele dan penting. Semuanya penting. Pada momen ini, kematian Lin Chi sama pentingnya seperti dua ekor tupai yang sedang berlari di atas atap, tidak ada perbedaan. Dalam semesta itu semua sama. Itulah seluruh filsafatnya, seluruh ajaran hidupnya - bahwa tidak ada yang besar dan tidak ada yang kecil; itu semua tergantung padamu, apa yang engkau buat darinya.

"Kematian seperti daun kering yang jatuh dari dahannya... Semua biasa saja... " (YM Dalai Lama)



Wahyu Juniawan Mei 28, 2023
Read more ...

Seseorang bertanya, "Bagaimana cara supaya pikiran menjadi diam?"

Jawabannya sederhana, "Saya tidak punya cara atau metode untuk membuat pikiran diam. Karena saat anda memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu, di situ pikiran sudah berjalan". 

Ketika anda berniat atau memilih diam, di situ pula pikiran anda sedang tidak diam. Diam adalah diam. Segala sesuatu diam. Tidak ada cara untuk diam selain diam itu sendiri. Ketika anda menjalankan metode untuk diam, saat itu juga anda sedang menggunakan pikiran. Ibaratnya seperti anda berkata lantang kepada mulut anda sendiri untuk berhenti berbicara. 

"Saya dahulu selalu bertanya kepada guru, apa pentingnya berlatih mengenali kesadaran saat bermeditasi?". 

Namun guru selalu hanya tersenyum dan berkata, 

"Suatu hari kamu akan paham.."

Dan setelah bertahun-tahun meneliti ke dalam diri saya sendiri, saya akhirnya paham mengapa berlatih kesadaran sangat penting di tahap awal meditasi. Jawaban salah satunya adalah, supaya kita bisa mengenali yang mana pikiran kita yang mana yang bukan pikiran kita. 

Mengapa? 

Karena bagi mereka yang tidak berlatih, maka pikiran, emosi, ego, dan kesadaran bercampur aduk. Anda tidak akan melihat korelasi, sistem, dan fungsi masing masing tanpa mengenali satu persatu. Namun bagi mereka yang "telah melihat" dan "tak lagi terlelap", akan mengenali yang mana pikiran dan bagaimana cara kerjanya dalam satu kesatuan sistem yang saling pengaruh mempengaruhi. Ketika anda paham, maka anda akan tahu, jika selama ini hidup anda didominasi oleh pikiran anda. Bahkan tanpa sadar anda diperbudak pikiran anda. Pikiran yang berlebihan adalah sarang dari penderitaan batin anda. 

Pada dasarnya, manusia itu netral. Dalam kondisi netral, manusia penuh damai dan cinta. Ketika manusia tergelincir dalam dualitas, maka di situlah pikiran bermain. Semua dualitas adalah produk pikiran. Ketika itu, manusia mulai tidak lagi netral dan bergeser dari kemurniannya atau kesejatiannya. Munculnya rasa, emosi, ego, pun memicu munculnya penderitaan. 

Seorang sahabat saya mengibaratkan awalnya manusia adalah cahaya putih. Kemudian cahaya putih itu bertemu kristal segitiga yang kemudian memendarkan cahaya putih itu menjadi beragam warna warni cahaya. Batu kristal segitiga itu adalah pikiran kita. Cahaya warna warni hanyalah ilusi dari cahaya putih yang menerpa kristal. Cahaya sebenarnya adalah cahaya putih. Namun karena terhalang kristal, anda akan sulit sekali mengenali cahaya putih. Maka yang perlu anda lakukan adalah kenali dulu batu kristal dan sifatnya, baru anda akan mengenali bahwa diri anda adalah cahaya warna warni tersebut. Setelah itu barulah anda akan tahu sumber cahaya sebenarnya yang mana dan berwarna apa?

Satu satunya jalur untuk mengetahui dan memahami realitas kehidupan, serta berdialog dengan alam semesta adalah melalui jalur ke dalam diri sendiri dan diam. Jika anda tidak tertarik, itu karena anda masih memiliki 'harapan', ego dan pikiran yang menari-nari tanpa anda mengenalinya sama sekali. Hal ini membuat perjalanan meniti jalur ke dalam diri akan sangat tidak menarik bagi anda. Padahal tanpa meniti jalur ke dalam diri, anda hanya akan terombang ambing oleh ketidaktahuan anda akan pikiran anda.

Diam tidak harus anda gapai "nanti ketika...." atau "saat...".

Diam bisa mewujud saat ini juga, tanpa usaha, tanpa niat, tanpa keinginan, tanpa metode, tanpa pilihan, tanpa rencana, dan tanpa apapun. Anda hanya sadar saja. Cukup sadari saat ini dan amati apapun yang datang dan pergi di kepala anda, maka anda akan diam, walau pikiran terus datang dan pergi silih berganti. Anda seperti langit biru yang melihat awan awan putih bergerak silih berganti di bawah anda. Awan putih tidak pernah tetap dan tidak akan pernah mampu mempengaruhi langit biru. Langit biru adalah kesejatian anda, dan awan putih adalah pikiran anda.

Jika kondisi diam ini yang dimaksud tercerahkan, maka saat ini juga anda bisa tercerahkan. Tidak perlu menunggu bertahun tahun. Tidak perlu melakukan ritual apapun, tidak perlu ibadah apapun, tidak perlu puasa apapun yang menyiksa fisik anda, dan tidak perlu apapun karena semua hanyalah metode untuk anda berlatih diam. Jika anda telah mengenali diri anda dan pikiran anda, maka dengan mengamati pikiran sama dengan diam.

Diam sangat mungkin anda alami saat ini juga...



Wahyu Juniawan April 15, 2023
Read more ...

Saya dahulu pernah ditunjuk sebagai produser sebuah program televisi, yang meliput kisah-kisah inspiratif tentang perjuangan seseorang dalam bertahan hidup, mulai dari sisi ekonomi maupun mereka yang sakit parah. Awal masuk program tersebut, saya mengira program tersebut benar-benar inspiratif mengangkat perjuangan hidup seseorang. Namun ternyata saya salah. Ternyata banyak orang yang tidak bisa membedakan antara rasa kasihan dan empati, termasuk mereka yang memproduksi program-program televisi. 

Setiap mengajar di sebuah kampus jurusan televisi, saya selalu mengingatkan agar mahasiswa bisa membedakan antara rasa kasihan dengan empati yang menginspirasi, ketika mengangkat sebuah topik program. Rasa kasihan dan empati jelas berbeda. Rasa kasihan adalah wujud dari rasa sombong yang jarang kita sadari. Contoh rasa kasihan adalah ketika kita melihat seorang ibu tua jualan minuman sambil lesehan di sebuah sudut jalan Malioboro Yogyakarta. Kita melihat ibu itu dan merasa tersentuh dengan kondisinya. Namun hanya sebatas itu saja. Tidak ada hal lain yang kita bisa ambil hikmah dari ibu tersebut selain rasa kasihan karena sudah tua masih jualan minuman yang untungnya tak seberapa demi bertahan hidup. Rasa kasihan kita akan memunculkan rasa ingin membantu, namun tanpa sadar kita sedang mengumbar kesombongan yang sangat halus. Padahal kita tidak tahu apa yang terjadi di balik layar. Permasalahannya bukanlah anda membantu atau tidak. Tapi sekali lagi rasa kasihan adalah wujud kesombongan yang sangat halus, menyamar seolah-olah menjadi rasa simpati. Padahal hal itu sama sekali bukan simpati, namun bentuk dari pikiran anda yang merasa "lebih" beruntung, lebih punya uang, lebih makmur, lebih "tinggi" derajadnya dari si ibu tersebut. Sekali lagi ini bukan masalah anda membantu atau tidak. Namun jangan salah, tidak semua hal yang ada di depan anda adalah seperti yang anda kira. Pengalaman saya di bawah ini menjelaskan hal tersebut. 

Di sebuah hutan di pedalaman Sumatera Barat, terdapat seorang ibu tua berumur kurang lebih 70 an tahun, yang dipanggil emak oleh warga sekitar. Emak memiliki seorang anak bernama Buyung. Buyung saat itu berumur 40 tahunan. Namun karena menderita keterbelakangan mental dan buta, sampai seusia itu Buyung belum berkeluarga. Ia membantu emak berjualan sapu lidi di pasar. Satu sapu lidi dihargai 10 ribu rupiah, dari harga modal 5 ribu rupiah. Setiap pagi sehabis sholat Subuh, mereka berdua berangkat ke pasar yang berjarak sekitar 30 kilometeran dari rumah emak dan Buyung. Lebih miris lagi adalah mereka berangkat ke pasar menggunakan gerobak kayu kecil beratap. Buyung yang masih kuat berjalan walau buta, menarik gerobak. Sementara emak yang masih bisa melihat, namun sudah tak kuat berjalan, duduk di dalam gerobak sambil mengarahkan jalannya Buyung yang menarik gerobak tanpa alas kaki. "Kiri buyung! Kanan buyung! awas depan belok kiri!..."

Setiap hari mereka berdua menempuh jarak 60 kilometeran pulang pergi, dan hanya menghasilkan keuntungan rata-rata 20-30 ribu rupiah setiap hari. Saya dan reporter merasa kasihan dengan nasib emak dan Buyung. Kami pun merencanakan memberikan sedikit uang kami untuk membantu kehidupan emak. Uang tersebut kami beri amplop dan kami berikan saat kami hendak berpamitan pulang ke Jakarta. Namun rasa kasihan kami ternyata malah menasbihkan kesombongan kami yang merasa orang lebih mampu, orang lebih beruntung, dan lebih segalanya. Ketika saya beri uang, emak menolak dengan tegas! 

"Bukan begini nak caranya bersilaturahmi. Kami membutuhkan uang, namun kami bukan pengemis. Kalau anak menganggap kami ini orang miskin, sebaliknya kami menganggap kami kaya sebagai rasa syukur kepada Allah. Saya masih diberi sehat, Buyung juga. Kami masih bisa makan walau seadanya. Kami masih bisa saling membantu, bahkan saya masih bisa membantu tetangga desa sebelah ketika ada yang sakit, walau uang kami pas-pasan. Semua orang butuh uang nak, namun tidak semua orang menganggap uang adalah pemecah masalah. Justru banyak orang yang tidak memahami, bagaimanapun kehidupan kita, susah senang itu kita sendiri yang menjalani. Orang lain hanya menghakimi kita miskin atau kaya, susah atau senang. Namun ketika kita terus berterima kasih, hidup akan menjadi berbeda. Orang lain hanya melihat luarnya saja, merasa kasihan, padahal saya tidak butuh dikasihani. Anak mengunjungi kami, kami bertambah saudara, itu sudah berkah untuk kami....Jadi jangan beri kami uang nak...nanti kami akan terbiasa meminta...."Jawab Emak.

Setelah emak menolak uang kami, suasana menjadi sangat hening. Tinggal suara jangkrik di pinggir hutan menyadarkan betapa sombongnya kami akibat rasa kasihan yang tak beralasan. Apalagi ditambah kecongkakan kami yang menyelesaikan masalah dengan uang. Namun karena saya sudah menyita waktu emak dan Buyung, sebagai gantinya saya lantas membeli semua sapu yang tersisa di rumah emak agar ia besok bisa sehari libur berjualan, sekaligus pengganti ketenangannya yang hilang akibat kedatangan kami.

Begitulah rasa kasihan. Ia adalah kesombongan yang menyamar. Hal itu berbeda dengan empati. Dari cerita di atas, rasa kasihan saya berubah menjadi empati. Mengapa? Karena prinsip emak, saya menjadi sangat kerdil, menjadi orang yang tidak tahu apa-apa, menyadari kesombongan saya, dan menjadi kagum dengan prinsip emak yang membuat saya banyak belajar dari emak dalam memandang penderitaan hidup. 

Kembali lagi ke program televisi, kini anda jadi tahu, banyak program televisi yang seolah-olah program inspirasi, namun jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya program-program tersebut hanya menjual rasa kasihan demi rating program televisi. Mengapa?karena banyak yang tidak bisa membedakan antara rasa kasihan dan empati. Kasihan adalah rangkaian benang halus dari kesombongan kita, sementara empati adalah rasa yang muncul saat kita yang tidak tahu apa-apa ini dapat belajar ilmu kehidupan dari orang-orang yang bahkan dipandang sebelah mata oleh manusia lain, namun di mata Tuhan mereka adalah orang-orang yang diberikan tugas menjadi guru bagi manusia lain. Jadi ini bukan masalah membantu atau tidak. Jika anda perlu membantu, bantulah, namun jangan membantu karena anda merasa lebih beruntung dari orang lain. Bantulah karena kesadaran bahwa kehidupan ini saling terkait. Mereka adalah anda, anda adalah mereka. Seperti juga tubuh anda, ketika satu bagian tubuh sakit, maka sekujur badan akan terasa sakit. Tidak ada yang lebih penting, lebih beruntung, lebih kaya satu sama lain. Semua memiliki kebahagiaan dan penderitaan yang berbeda beda. Jangan anggap hidup orang lain harus sama dengan prinsip yang anda percayai. Mencuri tidak selalu buruk, dan membantu juga tidak selalu baik. Gunakan kesadaran dan kebijaksanaan untuk melihat segala sesuatu dengan jernih dari berbagai sisi. Jika anda ingin membantu, bantulah semua yang membutuhkan,  karena rasa cinta, bukan karena rasa kasihan, bahkan yang lebih parah karena faktor surga dan neraka..



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...