Percayakah kamu jika tidak semua yang dianggap negatif itu buruk? 

Ketika orang mencibirmu karena terkena PHK walau itu kamu minta jauh jauh hari, orang lain tidak tahu jika kamu sedang asyik menyibukkan diri dengan kesenanganmu yang tertunda selama 23 tahun karena kamu bekerja dalam rutinitas. 

Dengan kesadaran penuh, saya sependapat dengan Ajahn Brahm, jika gaji adalah sogokan agar kamu mau melakukan pekerjaan yang sebenarnya tidak kamu sukai. Gaji adalah takaran orang lain yang menghakimi keringat dan kemampuanmu dalam bentuk nominal. Banyak orang yang bekerja agar mendapatkan gaji di akhir bulan, atau uang pensiun ketika sudah usai masa produktif. Buat apa? Buat menambal ketakutan atau kekhawatiran akan masa depan yang dianggap tidak pasti. Padahal hukum alam yang dibuat Tuhan selalu pasti. Ada hukum sebab akibat yang memastikan apa yang kamu tanam pasti kamu panen. Artinya selama formulanya diikuti, maka tanam, rawat dengan tekun, tanpa terikat pada hasil,  sudah dipastikan panen kamu akan melimpah. Tinggal kamu percaya atau tidak? 

Banyak yang mengaku percaya dengan Tuhan, tapi pada giliran masa depan, tidak mempercayai hukum-hukum Nya. Bagi kebanyakan orang, masa depan harus diperjuangkan supaya tidak kelaparan di kemudian hari. Benar, semua harus diperjuangkan, termasuk bekerja adalah bentuk usaha. Namun yang banyak dilakukan orang orang adalah menggadaikan kebahagian dan kebebasan hidupnya untuk bekerja dengan harapan mendapat imbalan gaji atau pensiun. Mereka lalu terjebak pada aturan aturan yang ditandatangani dalam kontrak yang mengharuskan mereka harus menaati ini itu,  aturan perusahaan yang dibuat untuk kebaikan perusahaan, bukan pribadi. Lalu apakah bekerja untuk mendapatkan gaji salah? Tidak. Yang salah adalah menggadaikan hidup, waktu, kesenangan, kebahagiaan, dan kedamaian atas nama profesionalitas. Semua orang punya keinginan memiliki uang banyak. Namun semakin tinggi keinginan yang kamu kejar, pengorbananmu juga semakin besar. Begitulah hukum keseimbangan alam. 

Ada orang-orang yang memilih untuk hidup sederhana, namun damai dan bahagia. Sederhana di sini dalam artian menerima apapun yang diberikan kehidupan. Keinginan tetap ada, namun tidak lagi dikejar. Usaha yang terbaik, namun tidak mengharuskan hasilnya. Banyak-banyak menyadari bahwa apa yang ada sudah cukup. Jika diberi bersyukur, jika tidak pun tidak perlu dikejar. Bukan menyerah dan pasrah ya... beda. Menerima itu seperti berperahu mengikuti arus mengalir. Sesekali mendayung hanya agar perahu kita tidak menabrak batu karang. Tidak perlu melawan arus, karena lama-lama akan melelahkan. 

Menanam bagi saya memberikan kesenangan, sekaligus belajar bagaimana proses alami berlangsung. Tidak ada yang memaksa buah tomat untuk tumbuh. Ketika semua komponennya terpenuhi, maka hukum alam sifatnya pasti. Semua akan baik-baik saja sesuai aturan. Aturan yang tidak dipaksakan untuk ditandatangani.

Percayalah, semua akan baik-baik saja..



Wahyu Juniawan September 01, 2024
Read more ...

Ketakutan seperti badai yang datang, namun seperti juga badai, ia pasti akan berlalu. Masalahnya adalah bagaimana ketika kita berada di tengah badai? 

Ketakutan selalu disebabkan oleh analisa-analisa pikiran akan masa depan. Sebagai perangkat tubuh untuk bertahan hidup, pikiran selalu menganalisis-menganalisa data yang didapat oleh tubuh di saat ini, lalu menganalisis dterkait keterhubungan dengan masa depan. Jika hasilnya dirasa mengancam dan membahayakan kenyamanan tubuh, maka otak akan memproduksi alarm yang kemudian diberi nama rasa takut. 

Analogi rasa takut dan mengapa kita tidak perlu menguasai rasa takut sebenarnya sederhana. Ibarat sebuah alarm kebakaran yang berbunyi karena sensor menangkap asap rokok tanpa ada kebakaran, maka alarm yang bising tersebut lantas kita matikan. Jika tidak maka akan terjadi gangguan yang memekakkan telinga. Sama dengan ketakutan. Ketakutan yang muncul adalah alarm palsu. Karena apa yang kita takutkan sebenarnya tidak ada karena belum terjadi. Namun manusia selalu memandang seolah-olah apa yang ditakutkan itu nyata. 

Mengatasi ketakutan ini mudah-gampang susah. Caranya adalah dengan menyadari hidup saat ini, dan berhentilah dari aktifitas apapun. Jangan menganalisis data apapun yang ditangkap panca indera. Fokuslah pada pernafasan, rasakan benar-benar keluar masuknya udara di pernafasan. Apa yang terjadi ketika Anda mempraktekkan ini?. Silakan corat coret di kolom komentar.. 




Wahyu Juniawan Mei 30, 2024
Read more ...

Setiap orang pasti pernah memutuskan atau memilih sesuatu. Namun setelah memutuskan satu dari dua atau lebih pilihan, sayangnya banyak yang menyesali keputusannya dan menganggap keputusannya adalah salah. 

Tidak ada keputusan yang salah atau benar. Memutuskan sesuatu hanya perkara memilih jalan hidup mana yang mau kita jalani. Dua duanya netral. Sama ketika anda memilih mau membeli sepatu warna merah atau warna biru.

Mereka yang memutuskan memilih tentunya harus menjalani pilihannya. Pilihan jalan hidup berbeda beda. Orang lebih sering memilih karena melihat hasil akhir yang ia impikan, namun tidak menyadari jika tidak ada jalan yang terlalu mulus. Ada yang awalnya terjal, lalu mulus. Ada yang mulus dahulu baru terjal. Dan tidak ada yang tahun jalan di depan kita terjal atau mulus selain kita menjalaninya selangkah demi selangkah. 

Mereka yang menganggap keputusannya benar, pastilah sedang menjumpai jalanan mulus. Dan mereka yang menganggap keputusannya salah, pastilah sedang menjumpai ketidaknyamanan karena melewati jalan terjal, berlubang-lubang dan mendaki. Artinya apa yang kita putuskan kita anggap salah atau benar hanya akibat dari rasa nyaman atau tidak nyaman yang kita rasakan atas jalan yang sedang kita lalui. Jadi tidak ada keputusan benar atau salah. Mereka yang takut mengambil keputusan adalah mereka yang takut dan tidak mau melalui jalan yang terjal mendaki. Mereka hanya ingin jalan yang nyaman saja. Padahal sekali lagi, tidak ada jalan yang selalu mulus atau seterusnya terjal dan berlubang lubang. Jalanan selalu berubah. 

Jadi tentukan titik tujuan, dan pilihlah dengan berani. Setelah itu nikmati saja perjalanannya, dengan menerima apa adanya, apakah jalannya mulus atau berlubang lubang. Tidak udah berpikir jalan di depan, tidak usah berpikir jalan di belakang. Nikmati saja apa adanya, jalan yang sedang kita lalui saat ini... 





Wahyu Juniawan April 12, 2024
Read more ...

Ada satu kunci membuka pemahaman akan ajaran suci leluhur dan syair-syair kitab suci : Lingga Yoni. Lingga bermakna laki-laki, dan Yoni bermakna perempuan. Dalam tradisi Nusantara lingga disebut bapa angkasa dan Yoni disebut ibu bumi. Dalam makna diri, laki-laki atau bapa angkasa bukan bermakna langit di atas kita, melainkan lapisan energi suci atau saya menyebutnya kesadaran sebagai "percikan" Tuhan yang bersemayam "di dalam" tubuh. Tubuh kemudian disebut sebagai ibu bumi atau fisik atau disebut sebagai ranah diri/identitas.

Dalam kitab suci Al Quran misalnya, ketika ditemui istilah laki-laki, atau langit, maka hal itu merujuk pada tataran kesadaran keilaihan, dan jika ditemui istilah wanita atau bumi, maka hal itu merujuk pada fisik. Sebenarnya ini berlaku pada kitab suci lain. Kebijaksanaan kuno selalu mengumpamakan energi maskulin dan feminin untuk merujuk pada tubuh halus (kesadaran energetik) dan tubuh kasar (fisik). Penyatuan keduanya disimbolisasi dalam Lingga Yoni (dalam Istilah Nusantara). Dalam keseharian, perkawinan adalah simbol penyatuan atau manunggaling Kawulo Gusti. Penyatuan antara energi maskulin dan energi feminin.. Ketika terjadi penyatuan atau persetubuhan (dalam istilah fisik), maka kehidupan pun tercipta. Sama dengan saat energi maskulin dan energi feminin, alias kesadaran energetik atau saya menyebutnya sebagai kesadaran ilahiah dan wadah fisik menyatu, maka itulah kehidupan.

Dalam tradisi Islam, laki laki disebut sebagai khalifah. Istilah ini merujuk pada makna, bahwa ketika kesadaran ilahiah menjadi pemimpin, maka anda akan mengalami kehidupan yang damai dan bahagia. Dalam tataran lebih tinggi, anda akan menyatu atau melebur dengan Gusti, Tuhan. alam, atau apalah anda menyebut-Nya. Artinya, menjadi salah kaprah jika memahami bahwa laki laki sebagai gender-lah yang menjadi pemimpin. Maka kemudian banyak muncul simbol simbol maskulin dan feminin dalam berbagari ritual, ibadah, atau laku. Dari mulai kepercayaan asli Nusantara, India, Abrahamik, dan lain lain menyimbolkan penyatuan antara energi maskulin dan feminin ini. Seperti di India, Sungai merupakan simbol dari Dewi, dan lautan adalah simbol dari Dewa. Dalam berbagai kepercayaan, simbol maskulin feminin ini terejawantah dalam kisah Dewa Dewi juga berpasang-pasangan, hingga ritual haji (haji ke dalam diri maupun haji secara fisik). Artinya semua adalah nada yang sama namun berbeda aransemen. Semua sama sama merujuk pada pesan suci tentang alam semesta, kehidupan, dan keberadaan manusia. Ketika "perkawinan" itu terjadi, maka energi yang ditimbulkan akan sangat luar biasa besar.
Ketika anda mengadaptasi hal ini saat membaca naskah naskah kuno maupun kitab suci, anda akan mendapat pengetahuan yang sangat jelas dan tersembunyi dibalik simbol-simbol suci. Anda juga akan tahu bahwa semua adalah tanda dan petunjuk yang ditinggalkan nenek moyang manusia kepada generasi manusia sekarang.

Saya jadi ingat lagu kebangsaan Indonesia Raya yang berbunyi bangunlah jiwanya bangunlah badannya adalah lingga yoni. Bangun jiwanya dahulu baru badannya mengikuti, Demikian pula dengan bendera merah putih dimana merah adalah simbol ibu bumi dan putih adalah simbol bapa angkasa yang menyatu menjadi sebuah panji negara tempat kebijaksanaan hebat ini diajarkan. Sayapun jadi ingat dengan banyaknya petunjuk di candi candi dari mulai Sukuh, Cetho, Borobudur, tugu golong gilig (tugu Jogja), hingga tugu Monas yang semua memunculkan simbol Lingga Yoni. Betapa jelasnya tanda-tanda itu jika manusia Indonesia sebagai pewarisnya mau mempelajari ajarah leluhur tanpa terdoktrin ajaran ajaran yang tidak benar.

Seperti biasa, jangan percaya dengan artikel tulisan saya yang sok tahu ini. Ini hanya cerita apa yang saya temukan dalam perjalanan saya. Mungkin anda menemukan filosofi yang lebih dahsyat, maka beruntunglah anda dengan pengetahuan suci itu. Jadi seperti biasa, saya menyarankan, untuk mencapai kebenaran, jangan percaya dengan orang lain. Percayalah pada apa yang anda dapatkan dalam perjalanan pencarian anda sendiri.
Semoga tulisan ini bisa berguna untuk menyingkap tabir rahasia ajaran suci dalam perjalanan anda.


Salam..Rahayu...



Wahyu Juniawan Maret 06, 2024
Read more ...
Nyadran adalah tradisi ziarah kubur yang dilaksanakan terutama di kalangan masyarakat Jawa, sebelum memasuki bulan Ramadhan. Maknanya sangat bagus : mengingat leluhur yang telah meninggal. Apa gunanya? Bukan untuk mengingat mati dan pasca kematian yakni surga atau neraka, melainkan justru mengingatkan pada KEHIDUPAN. Mengingat apa saja karma karma yang telah dikerjakan leluhur kita.

Mengapa? Karena apa yang disebut karma leluhur adalah karma yang diturunkan melalui DNA tubuh kita. Isinya tidak hanya cetak biru desain tubuh kita yang sesuai dengan bentuk tubuh leluhur, melainkan juga rekaman rekaman sifat, emosi, dan pengalaman pengalaman yang tersimpan dalam memori para leluhur dan diturunkan kita melalui DNA. Inilah yang membentuk tubuh dan sifat badan hidup kita dalam menjalani kehidupan. 

Gunanya apa? 

Tentu istilah "memutus karma leluhur" adalah memutus dengan cara memperbaiki memori-memori warisan, dengan membuat karma sebaliknya, atau bahkan menetralkannya dan tidak membuat karma baru. Tentunya hal itu tidak semudah membalik telapak tangan mengingat DNA adalah memori program bawah sadar kita. Untuk memperbaiki atau membalik memori warisan diperlukan kesadaran, pemahaman atas realitas karma dan kehidupan, konsistensi serta repetisi. Harus terus diulang ulang agar menancap di alam bawah sadar kita. Namun kini kebanyakan orang yang melakukan Nyadran, hanya meminta maaf secara lisan kepada orang tua yang sudah meninggal agar puasa yang akan dijalaninya lancar. Hal ini menunjukkan telah bergesernya makna dari tradisi Nyadran. Tidak ada korelasi sama sekali antara meminta maaf dan puasa. Namun yang dimaksudkan meminta maaf adalah memutus karma leluhur, yakni menetralkan memori memori yang dianggap negatif dan kemudian membalikkan menjadi positif, atau bahkan menetralkan. Puasa Ramadhan diharapkan dapat menjadi momentum untuk berlatih memutus karma. Itulah esensi meminta maaf yang sebenarnya, yakni mengingat dan mengenal leluhur kita sehingga dengan mengenal leluhur kita, kita pun sama saja mengenal siapa diri kita. 

Tradisi mengingat leluhur tersebar di banyak tradisi budaya bangsa bangsa. Dari mulai penamaan dengan menambah marga atau orang tua, memumikan jasad leluhur, hingga masyarakat Jawa dengan tradisi Nyadran.



Wahyu Juniawan Maret 03, 2024
Read more ...
Kata "terima kasih" memiliki makna yang mendalam. Terima kasih memiliki filosofi jika semua yang kita berikan bukan materi. Materi hanyalah simbol semata. Namun sayang, saat ini mayoritas manusia , terutama di Indonesia, tidak paham makna sebenarnya terima kasih. Rata rata menyepelekan terima kasih, seolah oleh terima kasih hanya formalitas, sopan santun, atau sebatas penghargaan. Bahkan ada pula yang tidak pernah mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu.

Contohnya ketika seseorang memberikan uang, maka orang yang diberi hanya berterima kasih atas uangnya. Sebaliknya orang yang memberipun demikian. Ia merasa telah memberikan uang. Bahkan ada yang memberi uang dengan harapan bertransaksi untuk mendapatkan timbal balik seperti surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak. Tidak banyak lagi yang sadar jika uang adalah simbol. Uang adalah kesepakatan manusia sebagai alat tukar. Namun ketika anda memahami hakekat alam semesta, uang hanyalah kertas bergambar angka. Ia hanya mewakili nilai dari sebuah materi. Dan nilai adalah kesepakatan manusia. Alam tidak mengenal nilai dari uang. Seharusnya, ketika seseorang memberikan uang dengan nilai tertentu, sebenarnya ia sedang memberikan cinta kepada orang yang diberi. Nilai itu bisa jadi dibelikan makan oleh orang yang diberi, atau bahkan ditabung untuk biaya sekolah. Artinya seseorang yang memberikan uang sebenarnya sedang berbagi cinta kasih. Ia membantu agar si penerima uang bisa membeli makan, atau mungkin menabung untuk seklolah anaknya. Jadi pada hakekatnya ia tidak memberikan uang, melainkan cinta kasih lah yang diberi.

Maka ketika ada seseorang memberikan uang, dengan berharap timbal balik baik surga, balas budi, atau uang yang lebih banyak, orang tersebut tidak sedang memberikan cinta, melainkan sedang memberikan egonya. Ia memberi demi dirinya sendiri. Inilah yang dinamakan tidak ikhlas. Ikhlas berarti dalam memberi tidak ada transaksi apapun dengan Tuhan atau alam semesta. Tidak ada harapan apapun agar apa yang ia berikan kembali. Ketika seseorang memberi uang atau benda lain tanpa berharap kembali, maka ia sedang di frekuensi kelimpahan alam semesta. Mengapa? Karena memberi tanpa bertransaksi adalah sifat Tuhan atau sifat alam semesta. Seperti juga matahari yang memberi sinar, pohon yang memberi buah buahan dan sayuran, hewan hewan yang bergerak demi keseimbangan alam, air yang mengobati rasa haus, udara yang kita hirup dan buang, serta api yang membuat tubuh hangat dan bisa memasak apapun. Semua adalah sifat alam yang tidak pernah bertransaksi dengan manusia. Maka ketika manusia telah sampai pada kesadaran, jika apa yang diberikannya hanyalah simbol dari cinta kasihnya, dan tanpa ada transaksi apapun, saat itulah ia telah berada di frekuensi keberlimpahan alam semesta. Artinya, daya cipta pun bisa aktif di frekuensi tersebut, seperti yang diajarkan oleh para leluhur manusia.

Jadi, semua materi adalah energi. Memberi hanyalah memindahkan energi saja. Memberi sesuatu sama saja sedang memberikan cinta kasih. Apa yang kita beri hanyalah tanda atau simbol semata, yang mana adalah buatan atau kesepakatan manusia. Dibalik itu, apa yang kita beri hanyalah simbol dari rasa cinta kasih yang kita berikan kepada orang lain. Inilah makna dari "terima kasih", atau menerima kasih seseorang. Menerima cinta kasih dari seseorang... 



Wahyu Juniawan Maret 01, 2024
Read more ...

Jalan pulang-Mu sangat berliku ternyata..

Rindu kepada-Mu begitu mahal..

Bukan Engkau yang menilai, karena Kau tak pernah menilai..

Setidaknya itulah yang kulalui..


Lautan-Mu begitu dalam

Sedangkan langit-Mu begitu luas untuk ku melangkah..

Bilik pemisah-Mu sangat tipis,

namun begitu tebal untuk kuhancurkan..


Lalu aku harus bagaimana menurut-Mu?

Apakah jalanku sudah seperti mau-Mu?

Berikan aku setidaknya sedikit jawaban-Mu..

Agar aku sedikit tahu..


Maafkan keluhanku..

Kau pasti tertawa..

Aku sedang menyerah kepada ketakutanku..

Tertawalah sepuas-Mu...aku benar-benar tidak tahu!




Wahyu Juniawan Februari 04, 2024
Read more ...

Pikiran dan perhatian tidaklah sama. Banyak yang mengira perhatian berasal dari pikiran. Pikiran adalah kinerja otak dalam menganalisa data dari luar yang ditangkap panca indera. Sementara itu perhatian berada pada ranah kesadaran. Anda tidak akan memusatkan perhatian jika pikiran masih menguasai. Untuk bisa fokus, diamkan dulu pikiran anda.


Karena tidak bisa membedakan, akibatnya banyak orang yang gagal bermeditasi. Banyak yang mengira sedang fokus kepada keluar masuk nafas, padahal sebenarnya ia sedang tidak fokus. Pikiran terus menganalisa dengan pertanyaan pertanyaan ketika "fokus" pada nafas. Akibatnya kebebasannya justru terbatasi oleh apa yang ia sebut sebagai "fokus".Dampaknya ia akan menolak segala macam hal yang tidak terkait dengan nafas.

Berbeda dengan memperhatikan. Memperhatikan hanya bisa dilakukan ketika pikiran diam. Memperhatikan dilakukan dengan kesadaran, bukan sebaliknyasebaliknya, artinya fokus tidak menjadikan sadar. Sadar baru anda bisa fokus. Kerena ketika anda dalam mode kesadaran, tidak ada pikiran yang menghalangi. Anda bisa memberikan perhatian atau fokus pada apapun tanpa teralihkan oleh pikiran.




Wahyu Juniawan Januari 15, 2024
Read more ...
Hukum semesta tidak memilah milah berapapun jumlah uang anda, demikian pula status kaya atau miskin. Bahasa semesta adalah rasa. Kaya miskin diciptakan oleh identifikasi pikiran manusia sendiri. 
Seseorang yang memiliki uang 10 ribu dan harus melepaskan sebagian uangnya, sama dengan yang memiliki uang 1 juta dan harus melepaskan uangnya. Yang sama adalah kadar rasa takut dan khawatirnya. Ketika keduanya berhasil mengatasi rasa takut dan khawatir, di situlah semua keinginan akan terwujud dalam bentuk keberuntungan-keberuntungan yang tidak terduga.
 
Orang yang merasa miskin selalu menciptakan alasan untuk membatasi diri karena ketakutan dan kekhawatiran. Sementara orang yang merasa kaya tidak menciptakan alasan apapun untuk melepas, karena rasa kelimpahan. 

Kuncinya, kalahkan rasa takut dan khawatir, karena takut dan khawatir berada di frekuensi rasa kekurangan. Sementara keberuntungan berada di level frekuensi kelimpahan. Tidak masalah berapapun jumlah uang yang anda miliki.. 

Wahyu Juniawan Januari 13, 2024
Read more ...
Ketika hujan deras mengguyur di minggu siang, ada sebuah kegelisahan yang mungkin dirasakan oleh semua ayah di seluruh dunia. Sedikit-sedikit melihat keluar jendela. Ketika ada suara motor mendekat ke rumah, pikiran langsung menebak, apakah Mika anak saya sudah sampai di rumah?. Oh, ternyata bukan.. 
Dan kegelisahan pun terus berlanjut. Inilah rasanya menjadi seorang ayah dari dua anak yang beranjak dewasa. Ketika anak-anak tidak lagi hanya di rumah, dan tidak lagi kita antar jemput ketika keluar rumah. 
Ketika mereka sudah beranjak remaja, dan ingin pergi sendiri, saat itulah kegelisahan selalu ada, apalagi ketika situasi hujan deras di luar sana. Dilarangpun percuma, karena mereka telah memiliki kemauan sendiri. Untuk apa melarang  kecuali hal itu hanya akan membuat mereka terkekang dan tidak mandiri. Anak-anak memiliki hak untuk bebas. Orang tua hanya mengarahkan dan memberi nasehat saja. Karena hidup anak-anak bukan hidup orang tuanya. Mereka memiliki hak untuk hidup dengan caranya sendiri. Agar mampu hidup, mereka harus merasakan bagaimana kehidupan itu sendiri berlangsung.. 

Pikiran saya pun melayang ke tahun 93 dan ketika saya beranjak remaja. Saya bahkan lebih nakal karena ingin kemana-mana sendiri dengan motor tua saya. Biasanya bapak hanya menyarankan, 
"mbok nggak usah pergi.. di rumah saja.. Masih hujan...jalanan licin..". 
Namun sebagai remaja baru gedhe, saya membantah dan tetap pergi. Akhirnya bapak pun mengalah dan hanya berkata, 
"Yo wes... Yang penting hati-hati...". 

Tanpa memperdulikan kegelisahan bapak saya, saya pun tancap gas keluar. Belakangan setelah bapak meninggal di tahun 2010, ibu bercerita, bahwa ketika saya pergi keluar rumah, bapak selalu bertanya apa saya sudah pulang?. 
Ketika bapak mendengar ada suara motor mendekat ke rumah, ia langsung melongok di balik tirai jendela depan untuk melihat apakah suara itu adalah suara motor saya yang telah sampai ke rumah?. 
Ternyata bukan. 
Bapak pun kembali duduk di kursi kesayangannya dengan rasa cemas. “Kok Wawan durung bali?” Tanya bapak kepada ibu. Tentu saja ibu tidak punya jawaban selain berusaha menenangkan bapak. 

Hal itulah yang kini saya rasakan kepada anak saya. Sekeras-kerasnya saya mendidik Mika, anak sulung saya yang kini berusia 17 tahun, namun kegelisahan seorang ayah tak bisa disembunyikan. Mungkin ini hukum karma akibat dulu saya juga tidak pernah memperhatikan bapak yang selalu gelisah ketika saya pergi dari rumah. Namun meskipun gelisah, seorang bapak tidak mungkin melarang anaknya untuk pergi, karena ia tahu, di usia remaja seorang anak sedang berlatih terbang. Jika ia tidak pernah berlatih terbang, maka selamanya ia tidak akan menjadi burung yang terbang tinggi ke sudut-sudut bumi. Walau gelisah karena takut jatuh ketika belajar terbang, seorang ayah yang sudah mengarungi kehidupan yang penuh suka duka hanya akan berkata, "Yang penting hati-hati.... 

Di tengah kegelisahan, seorang ayah hanya berusaha meyakinkan dirinya, jika semesta pasti menjaga anaknya dimanapun juga, sehingga dimanapun sang anak akan selalu dilindungi dalam keselamatan dan kebaikan.. 





Wahyu Juniawan Januari 07, 2024
Read more ...

Pernahkah anda menonton konser atau pertunjukan?

Untuk menikmati sebuah pertunjukan, terlebih dahulu anda harus membeli tiketnya. Harga sebuah tiket pertunjukan tentulah berbeda-beda. Semakin bagus artisnya, semakin megah dan menarik pertunjukannya, maka tentulah harga tiketnya semakin mahal. 

Demikianlah salah satu cara untuk mewujudkan keinginan. 

Anda ingin mendapatkan sesuatu?. Maka sebelumnya belilah tiketnya. Tiket tidak mungkin anda beli setelah anda menikmati pertunjukan. 

Artinya, untuk mendapatkan keinginan anda, maka sebelum keinginan anda terwujud, anda harus mengeluarkan sesuatu seharga keinginan yang ingin anda wujudkan. Semakin besar keinginan anda, maka anda juga harus mengeluarkan sesuatu yang juga lebih besar. 


Jika anda ingin mendapatkan uang 100 juta rupiah, anda harus mengeluarkan uang terlebih dahulu. Bisa dengan bersedekah, menyantuni anak yatim, atau membantu pendidikan anak-anak orang miskin. Untuk mendapatkan uang 100 juta, nilainya tentu harus besar. Anda tidak bisa menginginkan uang 100 juta rupiah, namun nilai yang anda sedekahkan hanya 100 ribu rupiah. Nilai yang anda sedekahkan harus tidak mengikuti kata pikiran anda yang penuh kekhawatiran. Biasanya banyak orang yang bilang, sedekahkan semampu anda. Inilah doktrin yang salah kaprah. Ketika anda berkata sedekahkan semampu anda, otomatis anda akan membuat garis aman agar anda tidak khawatir. Padahal hukum tarik menarik, mengharuskan anda melampaui rasa khawatir. Namun anda juga perlu bijak dalam memberikan sedekah. Bijak berbeda dengan dilandasi rasa khawatir. bijak artinya anda yakin dengan uang sisa di kantong anda, anda tidak khawatir kekurangan dan tetap bisa hidup bahagia. 


Simulasinya begini. Seumpama anda memiliki uang 1 juta rupiah, anda mungkin takut untuk bersedekah lebih dari 500 ribu. Jika anda bersedekah 500 ribu, tentu uang anda tinggal 500 ribu di kantong. Lalu anda bertanya, bagaimana jika uang saya tidak cukup untuk hidup?. Karena kekhawatiran itu, anda pun hanya berani menyumbang maksimal 200 ribu, karena lebih besar dari itu anda akan khawatir. Padahal sebelumnya, alam bisa saja tidak memberi anda 1 juta rupiah, namun 500 ribu saja. Berandai-andailah bagaimana jika sebelumnya uang di kantong anda hanya 500 ribu?. Anda tentu akan mencari cara bukan untuk hidup dengan uang 500 ribu?. Namun karena anda memiliki uang 1 juta, anda lantas menarik batas, karena anda membayangkan ketidaknyamanan memiliki uang kurang dari 1 juta, apalagi masih harus bersedekah 500  ribu.  

Hal inilah yang dinamakan limitasi diri sendiri. anda merasa tidak bisa hidup jika uang anda 500 ribu. Padahal ketika rejeki anda hanya 500 ribu pun anda tentu masih bisa hidup, walau dengan cara yang berbeda, yang mungkin dianggap oleh pikiran anda sebagai ketidaknyamanan.  

Pikiran kita akan memproteksi diri dari ketidaknyamanan. Itulah tugas pikiran, yakni mencegah hal hal yang dianggap membahayakan tubuh. itulah yang dinamakan limitasi. Limitasi ini tergantung dari mentalitas dan kepercayaan anda. Limitasi berada di dimensi ketiga alias dimensi material. Sementara keinginan anda masih berada di dimensi kuantum, alias sudah ada namun belum berbentuk.

Dalam agama pun teori sedekah ini telah disebutkan. Jika anda bersedekah, maka anda akan mendapatkan 10 kali lipatnya. Anggaplah jika anda ingin uang 100 juta rupiah, maka anda minimal harus bersedekah 10 juta rupiah. Atau jika anda tidak memiliki uang 10 juta, anda bisa bersedekah secara rutin. Namun syaratnya, lampaui limitasi anda akan kemampuan anda bersedekah. Jika anda hanya memiliki uang 1 juta, agar semakin cepat anda mendapatkan uang 100 juta, maka anda perlu bersedekah 500 ribu rupiah. Jika ini rutin anda lakukan dengan kepercayaan, tanpa rasa takut, tanpa tujuan, tanpa keluhan, alias pikiran anda diam, maka dalam 20 bulan anda akan mencapai sedekah 10 juta. Sekali lagi ini baru batas minimal menurut hitungan agama. Namun jangan salah, angka 10 juta ini hanyalah angka, karena alam semesta tidak mengenal hitung menghitung. Bagi semesta, semakin mahal anda membeli tiket, maka anda dijamin akan mendapatkan pertunjukan yang spektakuler!!



Wahyu Juniawan Desember 21, 2023
Read more ...

Sakit, pegal, gatal, gelisah, atau bosan ketika bermeditasi adalah objek untuk belajar menghayati penerimaan. Semua adalah produk pikiran kita. Yang berkata sakit, pegal, gatal, gelisah, atau bosan adalah pikiran kita. Pada dasarnya semua hanyalah sensasi ketika anda yang terus berlari dalam kehidupan, tiba-tiba dipaksa duduk diam.


Segala rasa yang dialami seseorang dalam meditasi adalah alarm yang diciptakan oleh pikiran. Sifat pikiran adalah terus mengajak sesorang untuk bergerak. Kekhawatiran dan ketakutan adalah senjata utama pikiran untuk memaksa tubuh terus bergerak. Jangan sampai tubuh diam, karena diamnya tubuh anda akan dibaca sebagai ancaman untuk kelangsungan hidup tubuh. Tubuh harus hidup. Oleh karena itulah tubuh harus mengantisipasi segala ancaman di masa depan. Saat itulah apa yang dinamakan kekhawatiran dan ketakutan muncul dan memaksa tubuh untuk terus bergerak.

Lalu bagaimana jika tubuh "dipaksa" duduk diam dan bermeditasi? Tentunya ini tidak diinginkan oleh pikiran yang terus menerus bertugas membuat anda bergerak, guna menjamin tubuh anda tidak celaka atau mati. Pikiran terus membuat anda mengejar kenyamanan. Dalam hal ini kenyamanan berarti anda melakuka semua yang anda sukai. Ketika tidak suka, artinya itu tidak nyaman. Ketika bermeditasi dan anda memaksa tubuh anda diam, hal yang pertama dilakukan pikiran adalah berkata, ini tidak nyaman. Tubuh tidak boleh diam. Harus terus bergerak. Diam adalah ancaman!

Maka ketika anda bermeditasi, tubuh anda tentu merespon postur diam anda. Rasa pegal, sakit, dan lain lain akan hadir. Namun sebenarnya itu bukan masalah sebelum akhirnya pikiran membujuk anda untuk bergerak melawan rasa sakit, pegal, dan lain lain yang dianggap ancaman bagi tubuh. Pikiran akan berkata, ini harus segera berakhir! Dan ketika anda menyerah, maka pikiran anda menang. Anda kembali bergerak, dimana setiap gerakan adalah pikiran.

Tiap orang yang baru bermeditasi atau mungkin bahkan yang telah lama bermeditasi, rasa sakit, pegal, bosan, atau gelisah sangat lumrah dialami. Tidak perlu dilawan, ditolak, atau berusaha anda terima. Karena berusaha juga bagian dari gerakan pikiran. Jangan ada usaha apapun. Anda cukup menyadari segala sensasi yang muncul ketika bermeditasi. Sadarilah jika semua yang dinamai sakit, pegal, bosan, gelisah hanyalah sensasi tubuh dan gerakan pikiran yang menyimpan memori, bahwa sensasi sensasi yang anda rasakan dinamai gelisah, sakit, bosan, atau pegal. Bagaimana jika anda tidak pernah mengenal nama-nama yang mewakili sensasi yang anda rasakan?. Semua hanya akan menjadi sensasi saja. Segala macam sensasi yang anda rasakan, seperti sebuah perjalanan ke puncak gunung. Ketika sampai ke puncak, maka tentu yang kemudian anda lakukan adalah turun gunung. Hal itu juga berlaku bagi sensasi dalam meditasi. Ketika anda merasa ada bagian tubuh anda yang sakit, maka ia akan terus menerus meninggi hingga mencapai puncak, dan ketika telah sampai di puncak rasa sakit, rasa sakit itu akan menuruh dan perlahan hilang. Hal ini juga berlaku bagi rasa pegal, bosan, dan gelisah. Namun rata-rata orang yang bermeditasi tidak tahan untuk menerima sensasi-sensasi tersebut. Pelan-pelan pikiran logisnya akan memasukkan khawatir dan takut, hingga akhirnya orang tersebut menyerah kalah sebelum sensasi yang ia rasakan sampai pada puncaknya. Padahal ketika sensasi tersebut telah mencapai puncak, maka secara alamiah ia akan menurun dan hilang. Kuncinya adalah penerimaan. Menerima adalah diam pasif tanpa usaha apapun. Menerima adalah netral. Seperti batang ilalang yang tertiup angin, Kemanapun angin bertiup, ia akan mengikuti arah angin tanpa melawan. Apakah menerima sama dengan terombang ambing? Tentu berbeda. Terombang ambing adalah seperti rumput kering yang terbang kesana kemari tertiup angin. Sementara batang ilalang bukanlah rumput kering. Akar membuat ia tetap pada tempatnya walau batangnya mengikuti gerak tarian angin.

Menerima seperti anda mendayung perahu di tengah arus sungai. Ikuti saja arusnya, jangan dilawan. Terus gerakkan dayung anda agar arah perahu anda tetap terjaga. Berbeda dengan terombang ambing, dimana anda hanya diam saja tanpa menggerakkan dayung ketika arus sungai menghanyutkan anda. Ketika sensasi-sensasi dalam meditasi anda terima saja seberapapun sakitnya, pegalnya, bosannya, atau gelisahnya, maka pelan-pelan, semuanya akan mengecil dan hilang. Namun bagi anda yang memiliki sakit yang agak berat, maka ketika anda tidak tahan lagi dengan rasa sakit, segera akhiri meditasi anda. Jangan pula paksa tubuh anda dengan keras. Pelan pelan saja dan bertahap, agar tubuh tidak kaget. Pertama mungkin anda bisa bermedita si 10 menit. Jika semua baik baik saja, tambah durasinya pelan pelan, hingga anda bisa melakukan meditasi minimal satu jam. Perlu kemauan dan disiplin untuk meningkatkan kualitas meditasi anda....



Wahyu Juniawan September 18, 2023
Read more ...
Banyak yang protes ketika saya menulis sebuah status : "Hidup yang benar adalah ketika anda hidup dengan adaptif, bukan kompetitif.."

Sebagian besar yang protes mengatakan, jika tidak kompetitif bagaimana kita bisa hidup di tengah persaingan?.

Justru itu yang kurang tepat. Dunia yang penuh persaingan justru menjadi level peradaban terendah dalam sejarah umat manusia. Mengapa? Karena ketika kita bicara persaingan, berarti yang aktif adalah pikiran anda. Saya pernah menulis di beberapa tulisan lalu, jika fungsi pikiran adalah UNTUK TUBUH KITA BERTAHAN HIDUP DARI ANCAMAN. Ketika anda merasa harus bersaing, artinya semua yang ada di sekitar anda adalah ancaman bagi kehidupan anda. 

Lalu apa yang salah??

Ketika pikiran anda sangat aktif, maka yang terjadi adalah frekuensi anda di alam semesta ini menjadi sangat rendah. Ketika frekuensi anda rendah, maka apapun yang sefrekuensi dengan anda akan tertarik ke kehidupan anda. Kesialan, ketidakberuntungan, kehilangan, dan lain-lain adalah semua yang berfrekuensi rendah. Biasanya hal-hal tersebut ditarik oleh emosi emosi iri hati, marah, trauma, ketakutan, kekhawatiran, putus asa, rendah diri, dan lain-lain. Hal ini kemudian ekuivalen dengan kondisi mental masyarakat modern saat ini, dimana di tengah persaingan, orang-orang dengan emosi emosi berfrekuensi rendah tersebut mudah kita jumpai. Celakanya pola pikir 'hidup harus kompetitif' ini telah ditanamkan di pendidikan kita sejak usia dini. Anak-anak kita tanamkan untuk bersaing dengan teman temannya, sehingga ketika mereka beranjak dewasa, anak anak kita akan membentuk diri menjadi orang orang yang egois, mudah marah, stress, memiliki beragam penyakit, tidak bahagia, dan justru dikelilingi oleh kegagalan. 

Berbeda dengan hidup yang adaptif, dimana seseorang akan fleksibel seperti air. Ia mengalir saja dalam arus kehidupan. Namun di sisi lain, ia juga tetap mengarahkan kehidupan ke arah yang ia inginkan. Kapan harus memaksimalkan potensi, mencipta, atau bekerja, maka ia akan melakukan dengan optimal. Sebaliknya, ia juga akan berhenti ketika saatnya harus berhenti. Seorang yang adaptif tahu kapan harus menginjak pedal gas, atau kapan harus menginjak pedal rem. Berbeda dengan mereka yang harus selalu kompetitif, terus menginjak pedal gas. Bisa dibayangkan betapa melelahkannya. 
Menjadi adaptif di masa sekarang tidak mudah, karena sama saja anda menginstall ulang software baru di pikiran anda. Namun ketika software baru ini telah terinstall, anda akan menemukan kebahagiaan, kedamaian, rejeki melimpah, keberuntungan, kesehatan, dan kesuksesan. Semua bisa anda lakukan ketika anda tidak lagi menjadikan pikiran sebagai tuan anda, melainkan sebagai pembantu anda. Artinya pikiran tetap berfungsi, namun andalah yang menentukan langkah-langkah yang harus anda ambil dalam merespon permasalahan anda. Ketika pikiran telah anda jinakkan, maka anda akan menyadari sebuah energi misterius bernama keberlimpahan. Mendadak anda akan memasuki kesadaran yang menyadari jika anda telah memiliki semuanya. Yang ada adalah rasa bersyukur dan terima kasih. Frekuensi keberlimpahan ini sangat tinggi. Artinya ketika anda masuk kepada frekuensi keberlimpahan, maka anda akan mengakses atau membuka pintu dimana didalam ruangan yang anda buka tersebut berisi kekayaan, ketentraman, kemakmuran, kecukupan, keberuntungan, kesehatan, dan kedamaian. Apapun yang ada di ruang frekuensi keberlimpahan itu akan tertarik menuju kehidupan anda. Jika diterjemahkan dalam bentuk wujud dan materi, ketika pikiran anda adanya persaingan, maka yang akan tertarik ke kehidupan anda adalah pesaing pesaing yang ingin menjatuhkan anda. Namun sebaliknya jika anda menjadi orang yang adaptif, otomatis segala hal yang membantu anda akan mendatangi kehidupan anda.

Guru saya pernah berkata, "Semesta tidak mewujudkan keinginanmu. Semesta hanya akan mewujudkan apapun yang kamu pancarkan...."

cara hidup yang benar


Wahyu Juniawan Agustus 17, 2023
Read more ...