Seseorang bertanya, "Bagaimana cara supaya pikiran menjadi diam?"

Jawabannya sederhana, "Saya tidak punya cara atau metode untuk membuat pikiran diam. Karena saat anda memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu, di situ pikiran sudah berjalan". 

Ketika anda berniat atau memilih diam, di situ pula pikiran anda sedang tidak diam. Diam adalah diam. Segala sesuatu diam. Tidak ada cara untuk diam selain diam itu sendiri. Ketika anda menjalankan metode untuk diam, saat itu juga anda sedang menggunakan pikiran. Ibaratnya seperti anda berkata lantang kepada mulut anda sendiri untuk berhenti berbicara. 

"Saya dahulu selalu bertanya kepada guru, apa pentingnya berlatih mengenali kesadaran saat bermeditasi?". 

Namun guru selalu hanya tersenyum dan berkata, 

"Suatu hari kamu akan paham.."

Dan setelah bertahun-tahun meneliti ke dalam diri saya sendiri, saya akhirnya paham mengapa berlatih kesadaran sangat penting di tahap awal meditasi. Jawaban salah satunya adalah, supaya kita bisa mengenali yang mana pikiran kita yang mana yang bukan pikiran kita. 

Mengapa? 

Karena bagi mereka yang tidak berlatih, maka pikiran, emosi, ego, dan kesadaran bercampur aduk. Anda tidak akan melihat korelasi, sistem, dan fungsi masing masing tanpa mengenali satu persatu. Namun bagi mereka yang "telah melihat" dan "tak lagi terlelap", akan mengenali yang mana pikiran dan bagaimana cara kerjanya dalam satu kesatuan sistem yang saling pengaruh mempengaruhi. Ketika anda paham, maka anda akan tahu, jika selama ini hidup anda didominasi oleh pikiran anda. Bahkan tanpa sadar anda diperbudak pikiran anda. Pikiran yang berlebihan adalah sarang dari penderitaan batin anda. 

Pada dasarnya, manusia itu netral. Dalam kondisi netral, manusia penuh damai dan cinta. Ketika manusia tergelincir dalam dualitas, maka di situlah pikiran bermain. Semua dualitas adalah produk pikiran. Ketika itu, manusia mulai tidak lagi netral dan bergeser dari kemurniannya atau kesejatiannya. Munculnya rasa, emosi, ego, pun memicu munculnya penderitaan. 

Seorang sahabat saya mengibaratkan awalnya manusia adalah cahaya putih. Kemudian cahaya putih itu bertemu kristal segitiga yang kemudian memendarkan cahaya putih itu menjadi beragam warna warni cahaya. Batu kristal segitiga itu adalah pikiran kita. Cahaya warna warni hanyalah ilusi dari cahaya putih yang menerpa kristal. Cahaya sebenarnya adalah cahaya putih. Namun karena terhalang kristal, anda akan sulit sekali mengenali cahaya putih. Maka yang perlu anda lakukan adalah kenali dulu batu kristal dan sifatnya, baru anda akan mengenali bahwa diri anda adalah cahaya warna warni tersebut. Setelah itu barulah anda akan tahu sumber cahaya sebenarnya yang mana dan berwarna apa?

Satu satunya jalur untuk mengetahui dan memahami realitas kehidupan, serta berdialog dengan alam semesta adalah melalui jalur ke dalam diri sendiri dan diam. Jika anda tidak tertarik, itu karena anda masih memiliki 'harapan', ego dan pikiran yang menari-nari tanpa anda mengenalinya sama sekali. Hal ini membuat perjalanan meniti jalur ke dalam diri akan sangat tidak menarik bagi anda. Padahal tanpa meniti jalur ke dalam diri, anda hanya akan terombang ambing oleh ketidaktahuan anda akan pikiran anda.

Diam tidak harus anda gapai "nanti ketika...." atau "saat...".

Diam bisa mewujud saat ini juga, tanpa usaha, tanpa niat, tanpa keinginan, tanpa metode, tanpa pilihan, tanpa rencana, dan tanpa apapun. Anda hanya sadar saja. Cukup sadari saat ini dan amati apapun yang datang dan pergi di kepala anda, maka anda akan diam, walau pikiran terus datang dan pergi silih berganti. Anda seperti langit biru yang melihat awan awan putih bergerak silih berganti di bawah anda. Awan putih tidak pernah tetap dan tidak akan pernah mampu mempengaruhi langit biru. Langit biru adalah kesejatian anda, dan awan putih adalah pikiran anda.

Jika kondisi diam ini yang dimaksud tercerahkan, maka saat ini juga anda bisa tercerahkan. Tidak perlu menunggu bertahun tahun. Tidak perlu melakukan ritual apapun, tidak perlu ibadah apapun, tidak perlu puasa apapun yang menyiksa fisik anda, dan tidak perlu apapun karena semua hanyalah metode untuk anda berlatih diam. Jika anda telah mengenali diri anda dan pikiran anda, maka dengan mengamati pikiran sama dengan diam.

Diam sangat mungkin anda alami saat ini juga...



Wahyu Juniawan April 15, 2023
Read more ...

Aku tahu kita akan menua bersama..

Melewati kehidupan ini dengan berani..

Merasakan segala kepedihan kehidupan dengan tertawa

dan menganugerahkan kebahagiaan kepada diri kita sendiri...


Aku tahu waktu adalah sebuah imajinasi...

namun sebuah kebersamaan bukanlah mimpi..

Ia disatukan oleh cinta sejati..

dengan energi yang tak bisa dimusnahkan oleh mati...


Aku tahu ini bukan cinta yang mengikat..

Bukan cinta yang dipahami oleh sebagian besar manusia..

Cinta bukan ikatan melainkan rasa, 

yang bisa digapai tanpa ego yang fana...


Bukan..ini bukan cinta yang seperti itu..

Bukan cinta yang memiliki...

Bukan cinta yang berubah oleh fisik..

Bukan cinta yang dibatasi oleh waktu...


Aku tahu, ini cinta yang tak memiliki dan dimiliki...

Cinta yang menggenapi sebuah kesempurnaan..

Cinta yang tak dibatasi oleh ruang dan waktu...

Cinta yang tak terdeskripsikan....


Cinta yang hanya bisa digapai oleh rasa tanpa ego...

Cinta yang sempurna tanpa harus disempurnakan...

Bukan cinta yang berakhir ketika fisik menghilang...

Cinta yang telah ada tanpa kata....


Aku tahu, kita akan menua bersama

dengan cinta yang telah kita temukan...

bukan cinta yang kita ciptakan karena kebersamaan...

Karena cinta kita adalah cinta yang belajar...


Kerena dari awal kita tak pernah terpisah...

dan tak akan berakhir karena keterpisahan...

Karena keterpisahan itu sendiri tidak pernah ada..

Cinta akan menemukan jalan menuju dirinya sendiri...


Aku ingin duduk di bangku sepi ini bersamamu..

Menikmati hari tua dan semesta tanpa kata...

Tak perlu mengingat segala kepedihan dan perjuangan..

Hanya kita di sini dan sekarang....


Aku ingin duduk di bangku sepi ini bersamamu,,,

Menikmati purnanya tugas kita di kehidupan saat ini..

Menghayati sang senja yang dulu selalu kita lupakan...

Menjalani hening tanpa kata...


Hanya kita, senja, dan keheningan...

Aku tahu kita akan menua bersama....

Tidak ada lagi ambisi yang kita sebut sebagai mimpi...

Tidak ada lagi ego yang kita sebut sebagai perjuangan...


Aku hanya ingin duduk di sini bersamamu...

Berselimut cinta yang telah kita temukan...

Walau wajah cantikmu tiada lagi..

Namun bukan itu yang ingin aku nikmati...


Aku ingin menikmati perjalananku bersamamu..

Menemukan makna kehidupan dan pertemuan kita..

Menularkannya kepada si kecil yang telah menggantikan kita..

Agar mereka juga menemukan cinta, seperti kita saat ini..


Lalu apa yang akan terjadi esok?

Aku tak peduli lagi...

Karena kita bukan lagi aku dan kamu..

Kita adalah sebuah penyatuan dan peleburan..


Aku tahu kita akan menua bersama..

Melewati senja dan waktu yang tiada..

dan suatu hari kita akan pulang ke rumah...

melebur di antara bintang bintang...


Kita akan menjadi bintang dan langit malam

Menari seperti kupu-kupu dan bunga...

Terbang bersama mengikuti angin...

karena kita telah bertemu dan saling menemukan...



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Saya dahulu pernah ditunjuk sebagai produser sebuah program televisi, yang meliput kisah-kisah inspiratif tentang perjuangan seseorang dalam bertahan hidup, mulai dari sisi ekonomi maupun mereka yang sakit parah. Awal masuk program tersebut, saya mengira program tersebut benar-benar inspiratif mengangkat perjuangan hidup seseorang. Namun ternyata saya salah. Ternyata banyak orang yang tidak bisa membedakan antara rasa kasihan dan empati, termasuk mereka yang memproduksi program-program televisi. 

Setiap mengajar di sebuah kampus jurusan televisi, saya selalu mengingatkan agar mahasiswa bisa membedakan antara rasa kasihan dengan empati yang menginspirasi, ketika mengangkat sebuah topik program. Rasa kasihan dan empati jelas berbeda. Rasa kasihan adalah wujud dari rasa sombong yang jarang kita sadari. Contoh rasa kasihan adalah ketika kita melihat seorang ibu tua jualan minuman sambil lesehan di sebuah sudut jalan Malioboro Yogyakarta. Kita melihat ibu itu dan merasa tersentuh dengan kondisinya. Namun hanya sebatas itu saja. Tidak ada hal lain yang kita bisa ambil hikmah dari ibu tersebut selain rasa kasihan karena sudah tua masih jualan minuman yang untungnya tak seberapa demi bertahan hidup. Rasa kasihan kita akan memunculkan rasa ingin membantu, namun tanpa sadar kita sedang mengumbar kesombongan yang sangat halus. Padahal kita tidak tahu apa yang terjadi di balik layar. Permasalahannya bukanlah anda membantu atau tidak. Tapi sekali lagi rasa kasihan adalah wujud kesombongan yang sangat halus, menyamar seolah-olah menjadi rasa simpati. Padahal hal itu sama sekali bukan simpati, namun bentuk dari pikiran anda yang merasa "lebih" beruntung, lebih punya uang, lebih makmur, lebih "tinggi" derajadnya dari si ibu tersebut. Sekali lagi ini bukan masalah anda membantu atau tidak. Namun jangan salah, tidak semua hal yang ada di depan anda adalah seperti yang anda kira. Pengalaman saya di bawah ini menjelaskan hal tersebut. 

Di sebuah hutan di pedalaman Sumatera Barat, terdapat seorang ibu tua berumur kurang lebih 70 an tahun, yang dipanggil emak oleh warga sekitar. Emak memiliki seorang anak bernama Buyung. Buyung saat itu berumur 40 tahunan. Namun karena menderita keterbelakangan mental dan buta, sampai seusia itu Buyung belum berkeluarga. Ia membantu emak berjualan sapu lidi di pasar. Satu sapu lidi dihargai 10 ribu rupiah, dari harga modal 5 ribu rupiah. Setiap pagi sehabis sholat Subuh, mereka berdua berangkat ke pasar yang berjarak sekitar 30 kilometeran dari rumah emak dan Buyung. Lebih miris lagi adalah mereka berangkat ke pasar menggunakan gerobak kayu kecil beratap. Buyung yang masih kuat berjalan walau buta, menarik gerobak. Sementara emak yang masih bisa melihat, namun sudah tak kuat berjalan, duduk di dalam gerobak sambil mengarahkan jalannya Buyung yang menarik gerobak tanpa alas kaki. "Kiri buyung! Kanan buyung! awas depan belok kiri!..."

Setiap hari mereka berdua menempuh jarak 60 kilometeran pulang pergi, dan hanya menghasilkan keuntungan rata-rata 20-30 ribu rupiah setiap hari. Saya dan reporter merasa kasihan dengan nasib emak dan Buyung. Kami pun merencanakan memberikan sedikit uang kami untuk membantu kehidupan emak. Uang tersebut kami beri amplop dan kami berikan saat kami hendak berpamitan pulang ke Jakarta. Namun rasa kasihan kami ternyata malah menasbihkan kesombongan kami yang merasa orang lebih mampu, orang lebih beruntung, dan lebih segalanya. Ketika saya beri uang, emak menolak dengan tegas! 

"Bukan begini nak caranya bersilaturahmi. Kami membutuhkan uang, namun kami bukan pengemis. Kalau anak menganggap kami ini orang miskin, sebaliknya kami menganggap kami kaya sebagai rasa syukur kepada Allah. Saya masih diberi sehat, Buyung juga. Kami masih bisa makan walau seadanya. Kami masih bisa saling membantu, bahkan saya masih bisa membantu tetangga desa sebelah ketika ada yang sakit, walau uang kami pas-pasan. Semua orang butuh uang nak, namun tidak semua orang menganggap uang adalah pemecah masalah. Justru banyak orang yang tidak memahami, bagaimanapun kehidupan kita, susah senang itu kita sendiri yang menjalani. Orang lain hanya menghakimi kita miskin atau kaya, susah atau senang. Namun ketika kita terus berterima kasih, hidup akan menjadi berbeda. Orang lain hanya melihat luarnya saja, merasa kasihan, padahal saya tidak butuh dikasihani. Anak mengunjungi kami, kami bertambah saudara, itu sudah berkah untuk kami....Jadi jangan beri kami uang nak...nanti kami akan terbiasa meminta...."Jawab Emak.

Setelah emak menolak uang kami, suasana menjadi sangat hening. Tinggal suara jangkrik di pinggir hutan menyadarkan betapa sombongnya kami akibat rasa kasihan yang tak beralasan. Apalagi ditambah kecongkakan kami yang menyelesaikan masalah dengan uang. Namun karena saya sudah menyita waktu emak dan Buyung, sebagai gantinya saya lantas membeli semua sapu yang tersisa di rumah emak agar ia besok bisa sehari libur berjualan, sekaligus pengganti ketenangannya yang hilang akibat kedatangan kami.

Begitulah rasa kasihan. Ia adalah kesombongan yang menyamar. Hal itu berbeda dengan empati. Dari cerita di atas, rasa kasihan saya berubah menjadi empati. Mengapa? Karena prinsip emak, saya menjadi sangat kerdil, menjadi orang yang tidak tahu apa-apa, menyadari kesombongan saya, dan menjadi kagum dengan prinsip emak yang membuat saya banyak belajar dari emak dalam memandang penderitaan hidup. 

Kembali lagi ke program televisi, kini anda jadi tahu, banyak program televisi yang seolah-olah program inspirasi, namun jika ditelaah lebih dalam, sebenarnya program-program tersebut hanya menjual rasa kasihan demi rating program televisi. Mengapa?karena banyak yang tidak bisa membedakan antara rasa kasihan dan empati. Kasihan adalah rangkaian benang halus dari kesombongan kita, sementara empati adalah rasa yang muncul saat kita yang tidak tahu apa-apa ini dapat belajar ilmu kehidupan dari orang-orang yang bahkan dipandang sebelah mata oleh manusia lain, namun di mata Tuhan mereka adalah orang-orang yang diberikan tugas menjadi guru bagi manusia lain. Jadi ini bukan masalah membantu atau tidak. Jika anda perlu membantu, bantulah, namun jangan membantu karena anda merasa lebih beruntung dari orang lain. Bantulah karena kesadaran bahwa kehidupan ini saling terkait. Mereka adalah anda, anda adalah mereka. Seperti juga tubuh anda, ketika satu bagian tubuh sakit, maka sekujur badan akan terasa sakit. Tidak ada yang lebih penting, lebih beruntung, lebih kaya satu sama lain. Semua memiliki kebahagiaan dan penderitaan yang berbeda beda. Jangan anggap hidup orang lain harus sama dengan prinsip yang anda percayai. Mencuri tidak selalu buruk, dan membantu juga tidak selalu baik. Gunakan kesadaran dan kebijaksanaan untuk melihat segala sesuatu dengan jernih dari berbagai sisi. Jika anda ingin membantu, bantulah semua yang membutuhkan,  karena rasa cinta, bukan karena rasa kasihan, bahkan yang lebih parah karena faktor surga dan neraka..



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Saya pernah diminta menjadi pembicara di depan sebuah forum bertema komunikasi di dunia science yang dihadiri oleh dokter-dokter senior yang sebagian telah menjadi guru besar di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Saat saya menerima tawaran tersebut, saya enteng-enteng saja. Namun menjelang hari H forum, saya tidak bisa tidur. Stres mengingat tamu tamu yang hadir nanti adalah orang orang pandai yang sudah memakan asam garam di dunia kedokteran. Apalagi teman saya mengatakan hal yang semakin membuat saya stres, "Nanti pakaian rapi, jaga sopan santun, dan bikin materi yang menyenangkan..."

Saya ingat bagaimana di otak saya, ratusan pertanyaan muncul serempak tanpa terbendung. Saya berpikir keras apa yang harus saya lakukan nanti?Bagaimana jika nanti materi saya membosankan?Bagaimana jika saya salah berbicara?Bagaimana jika saya diberi pertanyaan yang sulit saya jawab?Siapakah saya ini?Saya bukan siapa siapa dibandingkan para hadirin..dan ratusan pikiran lain yang berseliweran tanpa terbendung. Di hari H, untuk melangkahkan kaki ke dalam ruangan sudah terasa sangat berat, apalagi ketika memulai pembicaraan dan pemaparan materi. Lidah terasa kaku, dan benar...situasi mencekam seperti puncak cerita film horor. Lima menit terasa sangat menegangkan.

Setelah saya berbicara 5 menit, 10 menit, 15 menit, situasi berangsur angsur cair. Ternyata situasinya tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Para dokter senior tersebut justru penuh canda tawa. Ada memang satu dua yang terlihat kaku, nanun rata-rata peserta justru membuat suasana menjadi sangat hidup. Kalimat demi kalimat pun keluar dari mulut saya tanpa ada keraguan. Di akhir sesi, saya bahkan mendapat banyak terima kasih dari para dokter-dokter hebat tersebut!

Setelah forum itu, saya merenungkan semuanya. Ternyata benar apa kata guru saya. Sebuah pekerjaan akan terasa sangat berat ketika kita terlalu banyak berpikir tentang pekerjaan itu. Apalagi jika pekerjaan tersebut tidak kita sukai. Pikiran akan memunculkan keluhan-keluhan yang tidak beralasan. Padahal ketika pekerjaan itu berlangsung, semuanya begitu ringan kita jalani. Seringkali sebelum melakukan pekerjaan kita terlalu banyak berpikir ini itu, mengkhawatirkan ini itu, menimbang ini itu yang semuanya bahkan belum kita jalani. Beberapa orang bahkan lebih fokus pada hal-hal negatif, termasuk hal negatif dirinya, dibandingkan hal positif. Dalam kasus di atas contohnya. Para dokter senior tersebut benar-benar pandai, namun pandai pada bidangnya yakni kedokteran. Untuk urusan komunikasi, tentulah saya sebagai orang media lebih berpengalaman. Bukankah mereka mau belajar dari saya?

Begitulah manusia, daripada langsung bekerja, banyak yang lebih memilih terlalu banyak berpikir terlebih dahulu. Padahal sebuah pekerjaan akan terasa sangat ringan jika kita langsung mengerjakannya. Banyak yang belum belum sudah mengkhawatirkan ini itu. Pada saat itu ego lah yang bekerja Ego adalah sistem pertahanan diri. Belum-belum sudah fokus ke hal hal negatif, lalu muncul kekhawatiran jika nanti "aku" dipermalukan, dihina, dilecehkan, disudutkan, dijadikan omongan di belakang, tidak lagi dihargai, tidak lagi dihormati, mengecewakan orang lain, dan banyak ego "aku" "aku" lainnya. Padahal seharusnya saya justru fokus pada kelebihan saya saja dan mempersiapkan materi yang akan saya sajikan. Ketika semua saya kerjakan begitu saja dan menyerahkannya pada mekanisme alam semesta dengan kepasrahan, hukum alam semesta akan mengarahkan saya kepada situasi dimana semua akan baik baik saja. Hal ini juga ternyata berlaku di pekerjaan-pekerjaan saya lainnya. Percayalah, pekerjaan akan menjadi lebih ringan ketika kita memilih untuk langsung mengerjakan, dibandingkan banyak berpikir...



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Engkau yang menguasai hidup dan mati, mohon kasihilah mereka yang hari ini berpulang kepada Mu..

Mohon terangilah jalan mereka dengan cahaya Mu, karena hanya Engkau lah penguasa terang dan gelap...

Semoga, mereka telah tunai dalam memenuhi tugas yang Kau berikan dalam kehidupan ini...Tak ada lagi sakit, tak ada lagi penderitaan, tak ada lagi kepedihan..

Jikapun ada kehidupan lain, semoga Kau lahirkan mereka kembali dalam kemakmuran, kesejahteraan, kesenangan, derajad yang lebih tinggi,  kebahagiaan, kedamaian, dan cahaya welas asih..

Namun jika tak ada kehidupan lain setelah ini, ijinkan mereka pulang dalam kesunyian batin dan pikiran, kerelaan, serta peleburan dengan Mu yang Maha Suci..

Kami adalah mahluk-mahluk dalam penantian kematian..

Walau banyak dari kami yang tak lagi tahu dan tertidur dalam jebakan pikiran serta ego..

Namun ijinkan mereka yang hidup dalam kegelapan untuk membuka diri kepada welas asih dan kebijaksanaan...

Bagi kami yang masih terus memelihara cahaya, ijinkan kami menjadi pembias bagi terangnya cahaya Mu supaya batin kami terus terjaga dalam petualangan kehidupan yang masih harus kami lalui..

Semoga mereka yang tak lagi memiliki kesempatan melihat matahari terbit esok pagi, dapat pulang dengan bahagia. Dalam kembali melebur denganmu yang penuh kasih. Semoga tugas yang Kau embankan kepada mereka telah tunai dijalankan, sehingga mereka bisa beristirahat dalam kedamaian abadi. 

Engkau yang Maha Sunyi...kami pun selalu rindu untuk kembali, di tengah tugas kehidupan kami yang belum selesai..

Kami adalah mahluk-mahluk dalam penantian kematian, walau banyak yang telah ingkar dan lupa..



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Mengapa terjadi koneksi antara seseorang dengan leluhur di sejumlah tempat?

Saya pernah iseng mampir ke candi Mendut di Magelang, setelah muter muter naik motor keliling sputar kawasan Borobudur. Saat itu pandemi Covid 19 masih merajalela sehingga tidak ada satupun orang yang boleh memasuki halaman candi termasuk saya. Saya pun hanya mengucapkan salam dari luar halaman candi. Tiba-tiba tanpa sebab, bulu kuduk saya berdiri terutama di bagian kedua tangan saya. Istri saya juga heran. Hal itu terus terjadi hingga saya sampai rumah. 

Selang beberapa hari kemudian, saya pun ditunjukkan mengapa hal tersebut terjadi. Ternyata jawabannya sangat ilmiah. Hal itu terkait dengan DNA yang ada dalam diri masing-masing tubuh manusia. DNA adalah cetak biru memori dari garis leluhur setiap manusia. Memori tidak hanya berupa memori fisik saja, namun juga memori dalam ingatan atau perbuatan yang pernah dilakukan semua leluhur yang satu garis dengan kita. Semakin jauh jarak leluhur semakin kecil pula energinya. Setiap tempat yang pernah didatangi leluhur dan tempat itu memiliki rasa yang mendalam bagi leluhur kita, maka memorinya juga akan tersimpan di tempat tersebut. Dan ketika kita mengunjungi tempat tersebut, maka energi dalam DNA kita yang menyimpan kenangan akan tempat tersebut, akan terkoneksi dengan energi leluhur yang tersimpan di tempat tersebut. Ketika energi yang sama bertemu dan saling tarik menarik, maka yang terjadi kemudian seperti sebuah kabel listrik yang disambungkan ke sebuah lampu : menyala. Demikian pula DNA kita yang menyimpan memori leluhur kita yang tadinya pasif, kemudian menjadi aktif. Akibatnya bermacam-macam dimana masing masing orang berbeda beda. Ada orang yang merasa terhubung secara rasa dengan energi leluhur, ada yang seperti saya meresponnya secara fisik, namun bagi orang yang peka, pikirannya akan memproyeksikan kenangan tersebut serta akan terlihat nyata. Ada yang bahkan kemudian bisa berkomunikasi dengan para leluhurnya. 

Sebenarnya tidak hanya tempat penuh emosi saja yang menyimpan memori kuat. Ada pula benda benda lama yang pernah dimiliki atau dicintai leluhur kita seperti senjata yang berupa keris, mandau, atau tombak. Mengapa?karena benda benda tersebut dirawat dengan penuh cinta dan emosi oleh para leluhur. Itulah mengapa dalam tradisi Jawa, benda pusaka yang layak dimiliki adalah benda pusaka milik leluhurnya karena memiliki energi yang sama. Menurut salah satu teman yang hobi dengan keris, sebenarnya keris pusaka tidak boleh diperjual belikan. Seseorang yang ingin memiliki keris disarankan untuk membuat melalui seorang empu keris berpengalaman, atau jika tidak, ia mendapatkan kepercayaan untuk merawat keris leluhurnya. Jika tidak, sering terjadi sebuah keris yang dimiliki seseorang tidak cocok dan "memberontak" karena keris tersebut bukan keris leluhurnya yang satu frekuensi energi dengannya. Tidak hanya pusaka, bahkan baju, hingga cincin pun menyimpan memori leluhur jika benda tersebut menjadi kesayangan para leluhur. Apa yang dimaksud khodam sebenarnya bukan jin atau mahluk halus yang mendiami sebuah benda atau keris, melainkan energi yang tersimpan dari sebuah benda atau keris. Ketika energinya terkoneksi dengan energi kita, maka seseorang yang memiliki kepekaan akan memproyeksikan wujudnya sesuai memori yang ia miliki.

Kadang banyak orang yang berpikir, semua hal yang terkait tradisi masa lalu adalah klenik atau syirik. Padahal orang tersebut sebenarnya orang yang tidak tahu sama sekali tentang adat tradisi dan alam semesta saja. Jika tahu dan paham, maka anda akan tahu jika semua hal yang dianggap ghaib sebenarnya sangat ilmiah dan masuk akal. Hal ini seperti yang dikatakan oleh ilmuwan jenius asal Kroasia Nikola Tesla yang mengatakan alam semesta ini terdiri dari energi, frekuensi, dan vibrasi. Hal itu kemudian terbukti dengan penelitian fisika quantum yang semakin berkembang. Artinya tidak ada yang namanya ghaib, klenik, keajaiban, keberuntungan dan lain lain. Semua selalu ada sebabnya..

Saya juga baru tahu dari ibu saya jika jaman dahulu, nenek buyut saya sangat sering melakukan sembahyang dan ritual di candi Mendut. Jadi silakan cari sendiri jejak leluhur anda. Apa gunanya mengenali leluhur kita?Yang paling sederhana adalah bagaimana kita bisa berbakti dan mengucapkan terima kasih karena tanpa mereka, kita tidak akan ada di kehidupan ini. Asal jangan minta kekayaan kepada para leluhur. Kita adalah titisan leluhur kita yang menitis melalui DNA kita..

Tradisi Jawa dan Nusantara sangat ilmiah dan rasional. Mereka yang membencinya adalah mereka yang tidak tahu, tidak mau tahu, dan tersesat terlalu jauh tanpa pernah sadar...



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Manusia terlahir sendiri. Alam semesta memberinya pinjaman berupa tubuh dengan segala kecanggihannya. Memori pikirannya masih kosong, hanya data bawaan pabrik yang tersimpan di DNA dan lingkup energi tubuhnya. Apakah data bawaan pabrik itu?Data itu adalah berisi cetak biru tubuh leluhur yang ditransfer melalui rahim ibu dan DNA bapak. Namun terdapat pula residu residu emosi leluhur yang telah berubah menjadi energi. Biasanya emosi itu dilepaskan leluhur dengan energi yang luar biasa besar. Contoh kebencian pada ketinggian, kebencian pada gelap, atau rasa cinta luar biasa pada sesuatu atau bahkan kecintaan terhadap Tuhan. Lalu dimana letak karma?Ada orang yang bilang, kita hidup untuk menggenapi karma leluhur. Lalu menggenapi karma yang mana?Apakah kita menanggung dosa leluhur?

Dalam hukum alam semesta, tidak ada yang disebut menanggung dosa atau karma orang lain atau orang tua. Kita hanya terimbas dari karma orang tua. Misalnya orang tua kita seorang yang selalu membenci sesuatu, maka jejak energi kebencian itu mengendap berupa energi di DNA kita. Lalu hidup kitapun terimbas perilaku orang tua kita terhadap orang lain. Ada orang lain yang membenci orang tua kita karena perilakunya.Imbas kebencian itupun sampai ke kita. Tugas kita yang pertama adalah "melawan" DNA kebencian di tubuh kita dahulu, dan menetralisirnya. Setelah kita mentralisir, otomatis perilaku kitapun berbeda dari orang tua kita, termasuk ketika berhadapan dengan orang yang membenci orang tua kita. Akibatnya vibrasi kita pun sampai kepada orang tersebut. Jika orang tersebut mengubah pandangannya terhadap kita, maka itulah yang sebenarnya disebut orang sebagai membayar karma leluhur. Padahal sebenarnya yang kita lakukan bukan untuk membayar karma leluhur, melainkan kita memutus rantai karma dari leluhur di DNA kita, dan menanam karma kebaikan untuk diri kita sendiri. 

Ingat, karma bukanlah dosa pahala, atau balas membalas. Tidak ada karma baik atau buruk. Semua hanyalah hukum semesta sebab akibat saja.    Jika anda membuat karma buruk maka akan menarik hal hal buruk. Jika anda menbuat karma baik, maka akan menarik hal-hal baik. Baik buruk pun tergantung dari pikiran kita sendiri. Karma berlaku di kehidupan kita di planet bumi. Setelah kematian semua menjadi netral, dan karma anda akan menurun ke DNA anak anda. Bahkan tradisi Jawa sebenarnya tidak mengenal istilah karma. Jawa hanya mengenal istilah "Ngundhuh wohing pakerti" atau memanen buah dari perilaku kita..

Saya tidak paham jika ada orang yang mengaku di masa lalu, dia adalah patih Gajah Mada, atau Jenderal Sudirman, atau Bung Karno, atau siapalah. Bagi saya semua adalah permainan pikiran saja. Namun ketika ada manusia yang bisa berkomunikasi jarak jauh, melihat hal hal ghaib dan lain lain, tak lain semua adalah potensi tubuh manusia yang telah terbuka. Ketika anda memahami gerak dan esensi semesta, maka anda akan paham. Itulah mengapa seorang yang mencapai pencerahan tertinggi pasti sakti, namun seseorang yang sakti belum tentu tercerahkan. Jadi saya tidak pernah percaya seseorang yang bilang ia  dulunya adakah prabu Hayam Wuruk lah, Sunan Kalijaga lah, atau siapapun itu. Lucunya semua yang mengaku tersebut selalu yang diakui adalah tokoh tokoh besar. Jarang ada yang mengaku saya adalah dulunya petani biasa, tidak hebat, bahkan miskin. Semua hanyalah halusinasi pikirannya saja.

Yang dinamakan titisan adalah seperti yang saya jelaskan di atas. Jika anda memiliki darah keturunan patih Gadjah Mada, berarti ada kemungkinan ada 0,000100 persen DNA Gadjah Mada di tubuh anda. Namun bukan berarti dulunya anda adalah patih Gadjah Mada. Semakin jauh jarak leluhur, maka prosentase DNA nya pun semakin kecil karena semakin tidak aktif. Ini menjawab mengapa mereka yang mengaku dirinya habib atau keturunan Nabi Muhammad SAW ada yang baik ada yang jahat. Mungkin benar ada DNA beliau ditubuhnya, namun berapa persen. Berapa jauh jaraknya dengan nabi?Sudah melewati berapa generasi dan berapa campuran DNA yang berbeda-beda?Perilaku seseorang paling dominan berasal dari DNA leluhur terdekat, lingkungan, dan terutama apa yang ia pelajari. Bukan dari DNA leluhur ribuan tahun silam.

Namun yang paling lucu adalah orang yang menyamakan orang tersebut dengan DNA utamanya dan percaya bahwa sifat sifat DNA utamanya yakni Nabi Muhammad SAW turun penuh ke orang tersebut yang berimbas pada bagaimana orang tersebut harus dihargai. 

Ingat seseorang dihargai adalah dari perilakunya, bukan darah keturunannya...



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Diri anda hanyalah bentuk bayangan yang disebut holografik, hasil dari getaran dan frekuensi. Itupun belum selesai. Bentuk yang anda lihat adalah rekaman dari bayangan bentuk holografik tadi. Hal ini berlaku untuk semua benda dan mahluk di seluruh alam semesta. Setiap bentuk adalah hasil rekaman (bayangan) dari bentuk bayangan yang dihasilkan dari getaran yang menghasilkan frekuensi yang berbeda-beda. Setiap organ tubuh anda dibentuk dari frekuensi getaran yang berbeda-beda tergantung fungsinya. Jika anda  mengetahui frekuensi getarannya, maka yang sakit akan sembuh, anda akan terkoneksi dengan frekuensi alam semesta. Anda bahkan bisa memaksimalkan tubuh anda seperti kisah kisah yang diceritakan dalam dongeng. Para alchemis bukanlah dongeng. Semua bukan hanya dongeng atau kehaluan semata. Semua sudah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. 

Dan luar biasanya, leluhur Nusantara telah mengetahui frekuensi getaran ini melalui aksara-aksara semenjak ribuan tahun silam...

Jika anda belum paham, tenang saja. Kalau anda tekun berlatih, suatu hari anda akan paham. Dan ketika anda paham, anda telah 'sedikit' mengetahui rahasia kebenaran alam semesta yang disembunyikan ribuan tahun di candi-candi, kisah-kisah, dan lontar-lontar kuno warisan leluhur bangsa Nusantara. Jika anda paham, anda akan tahu bahwa simbol simbol kuno seperti bintang daud, lingga yoni, yin yang, bahkan lambang kerajaan Majapahit yang berbentuk Surya Majapahit sebenarnya bukanlah matahari, melainkan bentuk partikel alam yang agung..Tidak percaya?Silakan telusuri sendiri dengan tekun...Anda akan menemukan ketakjuban luar biasa. Anda tidak akan menemukan di literatur manapun. Semua hanya bisa anda kumpulkan sekeping demi sekeping pengetahuan sepanjang hidup.



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Pikiran manusia adalah kelebihan sekaligus kekurangan manusia. Pikiran menjadi kelebihan ketika digunakan sebagai mesin analistis, terkait logika dan identifikasi sesuatu. Ilmu pengetahuan tidak akan berkembang tanpa adanya fungsi pikiran. Anda tidak akan tahu alamat rumah anda dan jalur untuk pulang ke rumah setelah bekerja, tanpa adanya pikiran. Namun bagaimana bisa pikiran sekaligus menjadi kelemahan manusia?

Pikiran adalah sumber keterpisahan manusia dari akar alam semesta. Sifat pikiran adalah mengidentifikasi segala sesuatu yang berarti memisah misahkan satu hal dengan lainnya. Dalam kondisi berpikir, materi manusia dan alam semesta menjadi materi yang solid. Semakin solid atau padat, maka manusia semakin terpisah dari akarnya, yakni energi terhalus dimana alam semesta bekerja dalam sebuah sistem besar. Sistem alam semesta bekerja dalam satu kesatuan dan saling terkoneksi. Untuk mengakses sistem tersebut, diperlukan frekuensi otak yang sangat rendah. Frekuensi otak yang sangat rendah hanya terjadi saat manusia tidak berpikir dan menganalisa. Sebaliknya semakin menggunakan pikiran, maka frekuensi otak manusia akan semakin tinggi. Ibarat anda ingin pulang ke rumah, namun anda justru berjalan ke arah sebaliknya dari jalan yang menuju rumah. Demikianlah ketika pikiran bekerja. Namun bagi mereka yang tidak memahami bagaimana alam semesta bekerja dan tubuh manusianya bekerja, akan bertanya dengan sinis, "Bagaimana caranya tidak berpikir?Bukankah hanya kematian yang membuat manusia tidak berpikir?"

Siapa bilang harus mati dahulu baru kita tidak berpikir?Berpikir adalah salah satu fungsi otak manusia. Ibarat sebuah komputer, anda memiliki pilihan untuk menggunakannya atau tidak untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Misal anda ingin menghitung laporan keuangan. Bukankah menggunakan Microsoft Excel adalah pilihan?Anda bisa kok menggunakan cara manual. Buktinya sebelum komputer ditemukan, bukankah laporan keuangan bisa diselesaikan secara hitungan manual? Lalu pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara untuk tidak menggunakan pikiran agar anda terhubung dengan keagungan alam semesta yang disebut Tuhan?

Selama ribuan tahun, leluhur manusia justru telah memahami kinerja kehidupan bahkan jauh sebelum ilmu pengetahuan berkembang maju seperti sekarang. Meditasi adalah teknik yang paling umum untuk melatih tidak berpikir. Dalam meditasi yang benar, manusia dilatih untuk tidak menganalisa apapun. Hanya menyadari keberadaan saja yang dinamakan kesadaran. Banyak yang tidak paham, jika sebenarnya mata kita bukanlah organ untuk melihat, telinga bukan organ untuk mendengar, dan begitu pula tiga organ lainnya. Mata hanya menangkap cahaya. Yang membentuk objek bukanlah mata, melainkan ketika cahaya sampai ke dalam otak, otak pun mengolahnya menjadi bentuk yang kemudian diputar dalam pikiran kita sendiri. Jadilah kita 'seolah melihat benda'. Demikian pula dengan telinga yang menangkap getaran atau vibrasi yang kemudian diolah oleh otak menjadi yang dinamakan bunyi. Sistem ini berlaku untuk semua panca indera. Saya pernah menulis hal ini dalam tulisan terdahulu jika ingin mengetahui sistem lengkapnya. Jadi panca indera hanyalah sensor atau lubang data seperti kabel eksternal hardisk yang menghubungkan data alam semesta yang kemudian diolah oleh otak kita. Demikianlah penjelasan paling mudahnya. Jadi siapa yang menganalisa?mata kah?telinga kah?lidah kah?hidungkah?Bukan. Semua yang anda lihat, dengar, rasa, dan bau adalah hasil kerja otak, bukan panca indera semata. Bisa dibayangkan, semakin anda menggunakan otak untuk berpikir, maka segala sesuatu semakin solid dan berbentuk. Namun bentuk yang dihasilkan bukanlah esensi atau bentuk aslinya. Semakin anda memfokuskan diri pada sesuatu, maka sesuatu itu akan semakin solid. Paling mudah adalah ketika ada berkendara, namun sembari melamun memikirkan urusan kantor yang sebenarnya tidak ada sewaktu anda berkendara. Apakah jalan di depan anda akan terlihat semakin solid?Pasti tidak. Anda terbayang urusan kantor seperti pekerjaan, kertas kertas menumpuk, atasan anda marah marah, yang mana hal itu tidak ada saat anda berkendara di jalan. Semua hanya imajinasi pikiran anda. Semakin anda fokus pada pikiran di kantor, jalan di depan anda semakin kabur. Akibatnya bisa ditebak : kecelakaan. 

Sayangnya banyak orang yang mengaku guru meditasi, justru mengajarkan cara meditasi yang salah. Salah satunya adalah fokus pada sesuatu. Siapa bilang meditasi dilakukan dengan cara fokus pada sesuatu?Contoh banyak yang mengajarkan meditasi fokus pada nafas. Semakin anda fokus  pada nafas, nafas anda akan semakin solid dan anda justru menepiskan hal lainnya selain nafas. Padahal meditasi yang benar justru membuat segala sesuatu yang solid menjadi lebur menjadi asal muasal atau yang disebut sebagai sunyata. Meditasi yang benar adalah hanya menyadari saja, tanpa fokus pada apapun. Saat anda fokus pada sesuatu, di situ justru pikiran menjadi aktif. Padahal meditasi melatih pikiran menjadi tidak aktif. Seperti analogi Microsoft Excel di atas, pikiran bukan berarti tidak ada. Pikiran tetap ada, namun tidak anda gunakan. Anda hanya tetap berada di kesadaran. Mata melihat tanpa menganalisa apa yang anda lihat, seperti bentuknya, namanya, warnanya, dan lain lain. Demikian pula panca indera  yang lain. Yang benar bukanlah fokus pada nafas, melainkan merasakan nafas anda saja. Merasakan udara keluar masuk, tanpa dianalisa. Mengenai teknik meditasi ini juga telah saya tulis di tulisan sebelumnya.

Jadi semakin pikiran anda tidak menganalisa apapun, maka pikiran akan non aktif (bukan berarti tidak ada).Semakin non aktif, maka frekuensi gelombang otak kita akan menurun. Selain itu getaran tubuh kita juga akan menurun. Semakin menurun getarannya, maka anda akan semakin memasuki asal muasal diri anda yang tak terpisah dan menjadi bagian dari sistem besar alam semesta. Jadi...selamat mencoba untuk terhubung dengan diri sejati anda yang sebenarnya bukan tubuh anda, melainkan alam semesta atau jagat ageng atau makro kosmos. Anda adalah alam semesta dan alam semesta adalah anda. Seperti ombak dan air laut. Anda adalah ombak sekaligus air laut....




Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Alam semesta yang anda lihat ibarat dunia yang penuh dengan cermin. Masing masing cermin saling memantulkan antara satu dengan lainnya. Cermin ibarat pikiran anda. Artinya dunia yang anda alami sekarang adalah hasil pantulan dari pikiran masing-masing manusia dan mahluk lainnya. Seperti sudah saya katakan sebelumnya, sebenarnya alam semesta dengan semua materi yang ada pada dasarnya hanya terdiri dari beragam getaran dengan frekuensi yang berbeda-beda. Bahkan masing-masing organ tubuh anda dibentuk dari frekuensi yang berbeda-beda. Analogi sederhananya seperti di atas : semua materi alam semesta adalah cermin antara satu dengan lainnya. 

Anda melihat orang di sebelah anda?Bukan. Orang di sebelah anda hanyalah getaran yang ditangkap oleh otak anda, dan dipancarkan menjadi bentuk materi yang anda kenali sebelumnya. Anda mengenalinya sebagai manusia karena anda sudah kenal dengan bentuk manusia. Jika anda tidak mengenal, maka bentuk bernama manusia tidak akan terbentuk. Anda mengenal gelas karena sebelumnya orang tua kita mengenalkan kepada kita bahwa benda kaca yang berbentuk tabung dengan atasnya berlobang, dan biasanya digunakan untuk minum bernama gelas. Demikian pula orang tua kita juga mengenal gelas karena diberitahu oleh kakek nenek kita, dan seterusnya. Alur ini berakhir pada si pencipta gelas pertama kali yang mengenalkan benda yang berbentuk tabung dengan atasnya berlubang yang ia sebut gelas. Si pencipta itu sebelumnya juga belum mengenal gelas. Saat si pencipta belum mengenal gelas, maka gelas tidak pernah ada di alam semesta. Gelas ada saat si pencipta menggabungkan komponen berupa kaca, dan ia bentuk seperti tabung dengan atasnya berlubang. Artinya, sebelum ada gelas, yang ada hanyalah materi pembentuknya saja. Dan materi pembentuknya lagi-lagi berasal dari alam semesta.

Jika anda memahami analogi gelas tadi, maka anda mungkin bisa memahami bagaimana kehidupan yang kita katakan sebagai realitas itu terbentuk. Anda mengenal saya dari tulisan saya. Bagi anda yang tidak mengenal saya, saya hanyalah kumpulan dari tulisan yang anda baca beserta isinya. Namun bagi anda yang mengenal saya secara langsung, maka bentuk saya akan berubah dari tulisan menjadi manusia biasa seperti manusia lainnya. Namun dari situ, anda bisa membentuk saya sesuai pikiran anda sendiri. Pikiran anda bisa membentuk saya sebagai orang bodoh yang sok spiritualis, bisa juga menganggap saya orang pinter seperti guru, bisa juga anda menganggap saya orang yang sok tahu, bisa juga orang yang keminter alias sok pintar, atau bisa juga orang netral yang hanya ingin berbagi. Semua terserah anda. Tidak ada yang salah dalam pikiran anda untuk membentuk sesuatu. Yang jadi masalah satu : semakin anda menganalisa segala sesuatu hal tentang saya, maka bentuk saya dalam pikiran anda akan semakin solid. Hal ini sama dengan bagaimana cara pikiran kita membentuk materi yang kita namakan sekarang sebagai realitas. Dunia anda pasti berbeda dengan dunia saya, dan itu ditentukan oleh bagaimana pikiran anda memandang segala hal di sekitar anda.

Maka jika segala sesuatu yang anda lihat, dengar, rasakan, baui, sentuh adalah cermin dari pikiran anda, anda akan tahu jika yang dinamakan sunyata adalah ketika semuanya menjadi tidak ada dan berhenti. Tidak ada di sini bukanlah kosong, namun sekaligus isi, bahkan padat. Sunyata tidak bisa diceritakan karena ketika sunyata diceritakan, maka itu adalah produk pikiran. Ketika semua pikiran anda berhenti, di situlah sunyata. Ketika semua produk pikiran berhenti, otomatis dunia anda yang semuanya dibentuk oleh pikiran anda juga akan berhenti. 

Cukup di sini dahulu. Cobalah dipahami dahulu, dirasakan, dan coba dialami. Nanti di lain waktu saya akan mencoba membahasnya lagi, walau sunyata tidak bisa dibahas. Namun paling tidak, harapan saya, ini bisa menjadi petunjuk kecil bagi perjalanan anda mencapai sunyata atau paling tidak sedikit memahami kehidupan dan alam semesta yang sebenarnya bukanlah realitas sesungguhnya..



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Semua orang ingin berbahagia. Adakah satu orang saja yang tidak ingin berbahagia?Masing masing kita pasti ingin berbahagia. Maka apapun tindakan seseorang adalah karena dilandasi ia ingin  berbahagia. Bahkan seorang penjahat pun ketika melakukan kejahatan, dilandasi karena ia ingin membahagiakan dirinya sendiri, atau keluarganya. Silakan di cek, adakah satu pun perbuatan manusia yang dilakukan bukan karena berlandaskan bahwa orang itu ingin berbahagia?

Maka ketika anda menyadari, apapun dilakukan orang lain kepada anda adalah sama dengan anda : karena ingin berbahagia. Namun ada yang caranya benar ada yang kurang tepat dalam tindakannya. Maka ketika dimanapun anda berada dan apapun polah tingkah orang lain yang anda anggap merugikan anda, ingatlah : orang itu sebenarnya hanya ingin berbahagia seperti anda, walaupun caranya salah. Beruntunglah anda yang sadar dan mengetahui.

Maka untuk berlatih, ada empat cara bermeditasi :

1. Sadari bahwa anda ingin berbahagia. Sadari apa yang membuat anda bahagia?

2. Sadari siapapun orang yang anda cintai. Sadari bahwa mereka ingin bahagia. Curahkan kasih sayang dan rasa bahagia anda kepada mereka yang anda cintai dan mencintai anda.

3. Sadari siapapun mereka yang anda benci dan pernah memiliki masalah dengan anda. Mereka dulu melakukan hal tersebut kepada anda, hanya karena ingin berbahagia.Maka curahkan cinta kasih dan berkahi kebahagiaan anda kepada mereka.

4. Sadari semua mahluk yang tidak pernah mengenal anda. Semua mahluk, bahkan seekor semut yang berbaris mengerumuni gelas bekas minuman kopi anda, melakukan semua karena ingin berbahagia. Maka curahkan cinta kasih anda kepada semua mahluk dan berkahi semua mahluk dengan kebahagiaan anda.

Setelah empat langkah tersebut, lalu anda bisa kembali membuka mata. Selamat, anda telah berlatih untuk mengatasi ego anda. Terus latih hingga ego anda bisa anda tekan sekecil kecilnya.



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Ada dua realitas, yakni realitas semu dan realitas sejati. Realitas semu sendiri juga ada dua, yakni realitas materi dan realitas pikiran.

Realitas materi adalah keberadaan materi yang ada di alam semesta. Sementara realitas pikiran adalah realitas yang dihasilkan oleh pikiran. Mengapa keduanya dinamakan realitas semu? Karena keduanya memang benar benar bukan realitas sebenarnya. Materi adalah bentukan dari hukum-hukum semesta seperti energi, getaran dan frekuensi yang memadat dan seolah membentuk materi. Jika materi ini kita selidiki, maka pada titik tertentu, tidak ada satupun materi yang solid. Semuanya adalah hasil bentukan dari materi halus yang tak bisa kita capai dengan panca indera. Materi adalah kumpulan dari elemen elemen pembentuknya. Demikian pula dengan realitas pikiran. Realitas ini hanya dibentuk oleh kinerja pikiran dan memori kita. 

Jika anda bingung, cobalah ambil sebuah gelas. Pandanglah gelas itu, maka anda akan melihat bentuk materi yang seolah olah nyata. Namun jika kita belah belah lagi, gelas itu sendiri hanyalah sebutan dari bentuk yang anda lihat. Bentuk gelas itupun merupakan bentukan dari materi materi seperti kaca, warna, dan materi pembentuk-pembentuknya. Jika ditelusuri lagi, kaca juga merupakan bentukan dari materi materi yang lebih kecil. Ketika anda terus menyelidiki lebih dalam, anda akan menemukan ketiadaan dari bentuk gelas itu. Setelah bentuk gelas anda pandangi, selanjutnya tutup mata anda. Apakah bentuk gelas itu masih ada?Secara materi bentuknya tidak ada, namun bentuk itu berubah menjadi bayangan bentuk materi yang anda lihat tadi. Bentuk itu ada di pikiran anda, memori anda. Gelas itu ada di pikiran anda, namun gelas itupun sebenarnya tidak ada. 

Itulah mengapa keduanya dinamakan realitas semu. Bentuknya ada dan bisa anda temukan dengan panca indera dan pikiran anda. Namun bentuk itu sebenarnya tidak pernah ada ketika kita menyelami makna sebenarnya dari materi dan pikiran yang dinamakan gelas. Demikianlah kehidupan anda. Apa yang anda alami saat ini adalah realitas semu. Anda seperti melihat sebuah set panggung sandiwara. Di panggung sandiwara anda bisa melihat set panggung berbentuk kamar, taman, ruang tamu dan sebagainya. Namun itu bukan kamar, taman, atau ruang tamu sebenarnya, karena hanya dibangun untuk mendukung cerita drama yang dipentaskan. Kamar, taman, ruang tamu yang sebenarnya bukan itu. Namun apakah kamar, ruang tamu, atau taman itu tidak ada?Tidak! Semua ada. Semua realitas, namun bukan realitas sebenarnya atau realitas yang sejati. Namun apakah kita menolak realitas semu?Tidak! Realitas itu kita perlukan untuk kehidupan kita. Namun anda harus terus terjaga dalam kesadaran untuk mengetahui bahwa semuanya sebenarnya hanyalah set panggung yang tidak nyata...

Namun rata rata manusia tidak tahu jika mereka telah tergilas oleh realitas semu. Pikiran manusia ibarat smartphone multitasking. Sekali pencet bisa menggunakan dua aplikasi, yakni panca indera dan pikiran. Namun karena layarnya cuma satu, otomatis anda harus bergantian mengaktifkan kedua aplikasi tersebut. Coba anda berkendara di jalan raya. Anda akan mengaktifkan aplikasi panca indera untuk melihat kondisi jalanan. Namun kadang tanpa sadar, anda mensplit aplikasi panca indera ke aplikasi pikiran yang merealisasikan kondisi kantor anda tadi atau masalah di rumah anda yang akan anda temui nanti sepulang dari bekerja. Aplikasi yang anda aktifkan itulah yang akan mewujud menjadi realitas semu.



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...

Seorang murid mengatakan kepada gurunya jika ia memutuskan untuk menyendiri dan bermeditasi di sebuah pulau terpencil di tengah lautan. Ia ingin fokus untuk secepat mungkin mengalami pencerahan dan merealisasikan sunyata. Sang guru pun mengijinkan muridnya untuk mewujudkan keinginannya. Jadilah sang murid bermeditasi di tengah kesunyian di sebuah pulau yang tidak dihuni satupun manusia. Secara berkala sang guru menyuruh seorang murid lain untuk mengantarkan makanan dan kebutuhan sang murid di pulau tersebut.

Tak terasa empat tahun telah berlalu. Suatu hari si murid bahagia bukan kepalang karena telah mendapatkan pencerahan dan berhasil merealisasikan sunyata. Betapa gembiranya ia. Dan ketika murid utusan gurunya datang membawa bahan makanan, murid tercerahkan itupun menitipkan pesan kepada gurunya akan pencapaiannya memperoleh pencerahan dan telah merealisasi sunyata. Pesan itupun disampaikan kepada sang guru. Dan sang guru kemudian mengirimkan pesan balasan dalam secarik kertas kepada si murid. Alangkah senangnya si murid menerima pesan balasan sang guru. Ia membayangkan gurunya tersenyum bahagia dan senang dengan pencapaian dirinya. Namun ketika membuka pesan balasan sang guru, ia hanya menemukan sebuah kata, "Goblok!". Alangkah terkejut dan kecewanya sang murid menerima pesan sang guru. Ia pun berpikir mungkin karena sudah tua, guru kurang paham dalam menerima pesannya. Ia pun kembali menitipkan pesan yang sama kepada gurunya melalui murid yang membawa makanan. Pesan balasan kedua datang dari gurunya melalui secarik kertas. Ketika dibuka, lagi lagi isinya, "Goblok!". Ia pun mulai heran dengan balasan gurunya dan menitipkan pesan ketiga kepada gurunya. Lagi lagi jawaban yang didapatnya adalah secarik kertas dengan tulisan, "Goblok!". 

Naik pitamlah si murid mendapati tiga pesan gurunya. "Dasar guru bodoh. Tidakkah ia paham betapa besar pencapaiannya selama bermeditasi dengan kekhusyukan selama empat tahun ini? Mengapa guru justru meremehkannya?". Dengan amarah, ia pun bergegas menyeberang laut menuju daratan dan menemui gurunya sendiri serta mengklarifikasi pesan balasan dari gurunya. 

Ketika di depan gurunya, sang murid marah dan membanting tiga kertas balasan berisi kata "Goblok" di depan sang guru.

Sang guru terkekeh dan berkata, "Benar bukan apa yang aku bilang?Goblok adalah satu kalimat yang menggambarkan dirimu saat ini. Kamu berkata telah mencapai pencerahan dan merealisasi sunyata, namun pencerahanmu dan sunyatamu dikalahkan hanya dengan satu kata " Goblok". Dan lebih gobloknya lagi, kamu memilih meninggalkan meditasi serta kesunyianmu dan buru-buru menyeberang lautan hanya untuk sebuah kata 'Goblok'...."

Menyesal-lah sang murid. Ternyata ia masih jauh dari pencerahan apalagi merealisasi sunyata....



Wahyu Juniawan April 04, 2023
Read more ...